
“Ji Rim ah, bisakah kau menjaga kompor sebentar? Aku ingin buang air.” Ucap ibu Hankyung membangunkanku.
“Ya, ahjumma” jawabku namun kembali terlelap.
Tiba-tiba ponselku berbunyi, aku mengambilnya dari meja. Namun ada yang aneh, aku mencium bau asap dari kamar ini.
“Halo. Ya ? apa ? ASTAGA ! Chagi, kebakaran !!!” ucapku panik saat melihat asap mengepul.
“Dimana ?” tanya Hankyung
“Dari dapur, aku lupa mematikan kompor !!! Ibumu di kamar mandi !!” ucapku lagi membuka pintu lalu memanggil-manggil ibunya.
“Ji Rim !” aku mendengar jeritan dari arah kamar mandi.
“Ahjumma !!!” aku mendekati kamar mandi, terkunci. Api semakin menjalar, aku mencoba membuka kenok pintu.
“Aku tak bisa membukanya !!!” seruku semakin panik hingga air mataku keluar.
“Aku kehabisan napas…” ucapnya lemas dari dalam.
“BERTAHANLAH !!!!” seruku semakin keras membuka pintu.
Ponselku terus berdering, aku tak memperdulikannya. Aku bahkan tak tahu harus berbuat apa. Napasku juga mulai habis karena daritadi aku hanya menghirup asap hitam. Aku semakin lemas, dan GELAP.
***
Mataku berat untuk dibuka, badanku sakit dan aku merasa ada yang lain dengan tubuhku. Aku mencoba menggerakkan jari tanganku, lalu ada sentuhan hangat.“Ji Rim ah ~” suara yang sangat lembut. Aku membuka mata, dia adalah sepupuku Eun Ja.
“Eun Ja ?” ucapku lemas.
“Kau sudah baikan ?” dia tersenyum
“Bagaimana bisa kau disini ?”
“Aku melihat berita di TV, namamu disebut disana.”
“Apa yang terjadi ?” sejenak aku lupa.
“Kebakaran. Satu meninggal, aku lega itu bukan kau.” Ucapnya.
“APA ?” tanyaku kaget lalu ingin beranjak.
“Kau mau kemana ?” tanya Eun Ja menahanku.
“Aku harus pergi melihatnya !”
“Siapa ? lelaki dingin itu ?” tanyanya.
“Dimana dia ?”
Eun Ja membawaku ke luar. Aku melihat banyak orang menangis, dan aku melihatnya.
“Bisakah kau membawaku ke sana ?” Eun Ja mendorong kursi rodaku.
“Untuk apa kau kemari ?” tanyanya dingin.
“Aku…. aku ingin…”
“Pergilah, aku sedang tak ingin diganggu.” Dia masih melihat ke arah depan dan menatap kosong.
“Bisakah kau mendengarnya sebentar ?” Eun Ja tampak kesal.
“Maaf, aku tak bisa” jawabnya lagi, air mataku mengalir.
“Mianhae…” ucapku akhirnya.
“Sudahlah, ini sudah terlambat. Pulanglah, kau tak pantas berada di sekitar orang miskin seperti kami” ucapnya lagi, air mataku semakin deras.
“Aku akan pergi, tapi ingat satu hal. Aku tak pernah menganggapmu sebagai orang miskin. Dan aku mencintaimu.” Aku mendorong kursiku sendiri.
“Ji Rim, tunggu !” Eun Ja mengejarku.
Aku menangis, tepatnya menangis tersedu. Aku tak menyangka ia akan membenciku. Aku tahu memang ini semua salahku, aku tahu maaf takkan menyelesaikan masalah, aku tahu semuanya ini tak harus terjadi. Aku bisa merasakan bagaimana saat ibu tak ada.
“Ji Rim ah, ibuku tak keberatan jika kau menetap di rumahku. Kau juga bisa sekalian ikut aku ke Jepang, aku akan kuliah disana.” Jelas Eun Ja tiba-tiba.
“Baiklah, aku rasa aku tak ada gunanya aku berada di sini terlalu lama.”
“Aku akan memesan tiket, secepatnya kita akan pindah.” Eun Ja memelukku.
“Gomawo, Eun Ja ah. Aku tak tahu bagaimana aku tanpa kau.”
“Hey, kita kan saudara !” ia memukul kepalaku pelan.
Luka hatiku sedikit terobati. Setidaknya aku akan segera meninggalkan kota ini dan pindah ke Jepang untuk memulai hidup baru. Hidup yang bahagia.

***
“Anyeonghassaeyo artinya halo dalam kalimat formal, sementara untuk informal kita bisa menggunakan Anyeong saja”Sekarang aku adalah guru Hangul di sebuah lembaga bahasa di Jepang. Muridku kebanyakan adalah sekumpulan remaja yang menyukai Korea. Aku mulai terbiasa dengan kehidupan di sini. Awalnya aku mau ikut Eun Ja berkuliah disini, tapi aku tak mau merepotkan orangtuanya. Jadi aku mencoba mencari pekerjaan dan inilah pekerjaan yang tak terlalu sulit karena muridku memang cukup mudah diatur.
Pertanyaannya adalah apakah aku masih mengingat Hankyung ? Lelaki yang kini mungkin masih membenciku hingga sekarang. Walaupun sudah 4 tahun aku meninggalkannya ke Jepang. Jawaban dari pertanyaan itu adalah aku masih mengingatnya bahkan aku masih mencintainya.
“Baiklah, sekian untuk hari ini. Kita bertemu lusa malam ya.” Ucapku menyusun buku di meja dan keluar.
Jalanan malam di Jepang sangat indah dan dingin, aku memakai mantel dan syalku yang hangat. Aku berjalan menuju apartemen. Aku membeli sedikit makanan ringan untuk Eun Ja. Biasanya dia suka lupa akan makan malam jika tugas kuliahnya menumpuk.
“Aku pulang !” ucapku melepas sepatu dan menggantinya menjadi sandal rumah.
“Hey, Bagaimana muridmu ?”
“Baik-baik saja. Ini aku bawakan takoyaki, kau laparkan ?”
“Terimakasih !” dia mengambil plastic dari tanganku dan menuju ke dapur.
“Hey, Ji Rim. Apakah kau ikut aku kembali ke Korea minggu depan ?” tanya Eun Ja dari dapur.
“Hmm… Boleh.” Jawabku melepas bajuku.
“Baiklah, aku akan memesan tiket” Eun Ja mengunyah takoyaki.
“Aku mau tidur” ucapku lalu masuk ke kamar.
To Be Continued
Thx for reading
BBU
고마워 !
No comments:
Post a Comment