Sejak kejadian di depan restoran itu, Leeseul tak pernah lagi melihat sosok Kibum di kampus. Lelaki itu menghilang begitu saja. Entah pindah kampus atau sedang cuti, Leeseul sangat penasaran. Ia sempat menghubungi Sae Hee, namun satu-satunya saudari Kibum itu hanya terus mengatakan kakaknya berada dalam kondisi baik. Hingga akhirnya ia memberanikan diri menuju ke rumah keluarga Kibum. Yah, kini di depannya adalah sebuah bangunan dimana Kibum dan keluarganya tinggal. Rumah dengan sentuhan kemewahan kini berada di depan matanya. Leeseul menekan bel, seorang wanita paruh baya keluar dengan mata sembap.
“Selamat siang, Tante.” Leeseul tersenyum dan membungkukkan badan.
“Ya. Kamu mau mencari siapa ?” suara wanita itu terdengar serak.
“Saya Teuk Leeseul, teman Kibum.” Ucap Leeseul masih ramah.
“Masuklah, aku sering mendengar cerita tentang dirimu dari Sae Hee.” Wanita itu memperlebar pintu sehingga Leeseul bisa masuk.
“Bisakah aku menemuinya ?” tanya Leeseul sedikit hati-hati.
“Tunggulah ayahnya pulang, aku akan membawamu bertemu dengannya.”
“Apa dia tidak tinggal disini ?”
“Tidak lagi sekarang…” airmata wanita itu terlihat membasahi pipinya. Riasan wajahnya benar sudah memudar kini.
“Ahjumma ?” Leeseul mendekati wanita itu dan memeluknya.
“Apa dia menyakitimu ? Kalian berseteru ?” tanya Leeseul pelan
“Ya, dia sangat menyakitiku meskipun kami sama sekali tak berseteru.”
Belum selesai wanita itu menjelaskan kesedihannya, Sae Hee dan seorang lelaki yang juga sudah tak belia lagi masuk. Sae Hee tampak kaget melihat kehadiran Leeseul. Ia menangis dan menaiki tangga saat melihatnya. Leeseul benar sangat bingung.
“Ayo, kita akan bertemu dengannya.” Leeseul mengikuti wanita itu.
Selama perjalanan sama sekali hening. Bahkan lagu pun tak mengalun dari dalam mobil. Leeseul hanya terus menatap ke depan. Padahal suasana lain biasanya ia dapat dalam mobil ini. Ya, ini mobil milik Kibum. Mobil ini biasanya memutarkan lagu yang mereka sukai. Lagu yang membawa mereka dalam cinta. Harum mobilnya masih sama, masih yang mereka beli bersama-sama dua bulan lalu. Tak berapa lama mereka sampai. RUMAH SAKIT…
“Kita mau kemana, ahjumma ?”
“Bukankah kau mau bertemu dengan Kibum ?” Leeseul masih berjalan dibelakangnya dengan muka bingung.
Kini ia telah menggunakan baju khusus untuk masuk ke ruangan ICU. Ia masuk kedalam ruangan itu. Terdengar suara-suara bising dari alat-alat yang pastinya menyiksa tubuh. Dan betapa terkejutnya dia, seorang lelaki yang dicintainya terbaring lemah dengan segala macam bentuk selang. Ia berlutut di depan tempat tidur itu. Inilah alasan yang selama ini dimaksud Kibum. Ia tak ingin Leeseul sedih karena kehilangan dirinya suatu saat nanti. Ia menyesal. Ia menyesal tak bisa menjadi orang pertama yang menyemangati Kibum saat keterpurukannya dalam penyakit.
“Mengapa tak katakan sejak awal ?” Leeseul berdiri dan mendekati Kibum. Wajahnya terlihat pucat, matanya tertutup rapat dan mulutnya ditutupi tabung oksigen.
“Inikah yang kau maksud tak bisa membahagiakanku ? Apa kau benar tak ingin mencobanya lagi? Buka matamu, gerakkan tanganmu dan peluk aku lalu katakanlah kau mencintaiku..” Leeseul menatap wajah Kibum dalam. Ia mengelus pipi lelaki itu lembut. Beberapa titik airmatanya jatuh ke tangan Kibum. Ia sama sekali tak bergeming.
“Mengapa hanya diam ? Kibum ah… Kibum… katakan sesuatu ! kau bisa mengalahkan penyakit ini kan ? kau bisa mengatasi semuanya… Ucapkanlah, kumohon~” tangisannya semakin keras, bahkan ia sedikit menjerit sambil memeluk tubuh Kibum.
“Mianhae…” suara serak mengagetkan Leeseul.
“Kibum !” cepat-cepat Leeseul memencet tombol untuk memanggil dokter. Ia menatap Kibum penuh harapan sambil terus memegang tangannya erat sebagai pemberi semangat.
“Saranghaeyo.” Leeseul mencium kening Kibum.
“Na do…” Kibum tampak berusaha membalas ucapan Leeseul walau napasnya sesak.
Namun tiba-tiba genggaman yang tadinya dibalas erat pula oleh Kibum melemah. Leeseul yang panic terus menekan tombol panggilan untuk dokter.
***
Beberapa orang berkumpul di rumah itu, hampir semua memakai pakaian hitam. Leeseul duduk menatap kosong. Airmatanya sudah habis untuk menangis lagi. Semuanya telah terlambat, takkan ada lagi orang yang bisa menjadi sandarannya. Kini ia berada di kamar Kibum, ia duduk di tempat tidurnya sambil menatap sekeliling. Ada foto-foto yang tertempel dan terpajang, termasuk foto mereka berdua. Ia membuka laci di samping tempat tidur dan menemukan beberapa obat-obatan dan ia menemukan sebuah tempat CD dengan cover foto dirinya. Disana tertulis “The One I Love”, Leeseul mengambilnya dan memutarnya di DVD player milik Kibum.
“Aku harap kau menemukan video ini, Leeseul. Maafkan aku meninggalkanmu begitu saja tanpa memberitahukanmu alasan yang jelas. Tapi aku rasa sekarang kau sudah tau alasannya. Sae Hee memberitahuku bahwa kau sangat terpukul hari itu, ia bahkan menangis saat menceritakannya padaku. Ia berkata bahwa tak bisa menyimpan rahasia ini darimu…” Kibum terbatuk beberapa menit lalu mencari minumnya.
“Ehm, Jika aku memberitahumu masalah ini secara jujur aku takut kau akan mengasihaniku. Dan kau akan menganggapku bukanlah sebagai Kim Kibum yang sehat. Kau akan memberikanku perhatian yang berlebihan, itu yang menjadi alasanku menyembunyikan hal ini. Aku juga takut kau kehilangan akan kematianku nanti… Maka ada baiknya kau tak tahu hal ini dan kucoba membuatmu melupakan aku. Aku ingin kau tahu, bukan hanya kau saja yang merasa tersiksa. Aku juga, tetapi inilah jalan terbaik untuk kita. Mungkin saat kau menonton ini aku sudah tidak bisa berada di sisimu lagi. Mianhaeyo, jeongmal mianhaeyo…” Kibum mengambil gitar di sampingnya lalu memainkan sebuah lagu yang berjudul “One Love”
“One love, one love the memories are beautiful never let you go~” suaranya yang sangat khas terdengar jelas.
“Leeseul ah, saranghaeyo…… yeongwonhi.”
The End
Thx for reading
BBU
고마워!
No comments:
Post a Comment