Thursday, September 9, 2010

You Final Part




KOREA, aku kembali. Tak ada perubahan yang berarti selama empat tahun. Aku berjalan mendorong koperku mengikuti Eun Ja. Ayahnya akan menjemput kami, aku menghirup napas dalam-dalam. Aku sudah tak sabar ingin memakan kimchi dan bulgogi !!!

Ini hari kedua aku di Korea, aku sempat terserang flu karena mungkin tubuhku masih beradaptasi dengan suasana yang sudah lama aku tinggalkan. Kemarin aku mengunjungi semua tempat yang sangat kurindukan dari Korea. Dan hari ini aku akan melanjutkannya, ayah Eun Ja berjanji akan meminjamkan mobilnya padaku untuk berkeliling. Sedikit banyak aku masih ingat cara mengendarai mobil walaupun sudah lama aku tak pernah lagi mencobanya. Rencananya aku akan makan kimchi di sebuah kedai kecil jauh dari kota. Aku mencoba mengingat jalan menuju kesana. Semoga saja tak tersesat.
“Ji Rim, kau dipanggil ayahku !” ujar Eun Ja masih memakai piyamanya.
“Oh, baiklah.” Aku keluar kamar menuju ke bawah, disana pamanku sudah menunggu di depan pintu keluar.
“Ji Rim, ini kuncinya. Hm, apakah kau yakin tahu jalannya ?” tanya Paman dengan muka sedikit cemas.
“Ya, ahjussi.” Ucapku tersenyum ramah.
“Baiklah, aku harus segera pergi bekerja. Hati-hati mengendarainya ya.” Pesan paman.
Aku mengambil tas dikamarku lalu sedikit berlari menuju ke garasi dimana mobil disimpan. Aku menyapa tukang kebun dan beberapa orang di pekarangan. Lalu aku menghidupkan mesin.
***


Aku menghirup udara di desa ini dalam-dalam. Hatiku begitu tenang, suasana ini yang kutunggu-tunggu. Di saat seperti ini aku mengingat sosok seseorang, Hankyung. Wajahnya selalu hadir disaat aku merasa tenang. Aku ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang, apakah dia baik-baik saja ? apakah dia telah menemukan rumah yang layak ? Apa dia bisa hidup sendiri ? Ntahlah, aku hanya bisa berdoa semoga semua baik-baik saja. Aku mulai menjalankan kembali mobilku menuju ke sebuah kedai kecil yang masih sepi. Aku masuk ke dalam.
“Osso oseyo !” ucap seorang laki-laki yang tampak sibuk.
“Aku ingin….” Prang ! piring yang dipegang lelaki itu ter jatuh ketika aku ingin memesan. Dia, dia adalah Hankyung. Aku tahu betul, biarpun kini mulai tumbuh janggut di dagunya.
“Aku ingin pesan kimbap, kimchi dan sebotol soju.” Ucapku lirih dan menahan tangis. Aku mencoba pura-pura tak mengenalnya. Aku tak ingin menyakitinya.
Ia mengangguk lalu membereskan kepingan piring di bawah lantai dengan hati-hati. Aku mencari tempat duduk yang cukup nyaman, air mataku mulai jatuh perlahan. Perasaanku bercampur, aku senang mengetahui dia baik-baik saja, aku sedih dia sama sekali tak menyapaku. Aku mengerti ini masih berhubungan dengan kejadian beberapa tahun yang lalu.
“Selamat menikmati~” ucapnya mencoba ramah.
“Kamsahamnida”
Aku memakan semua hidangan dengan lemas. Sesekali aku menatapnya yang sibuk di dapur, dan aku menangis lagi. Aku meminum sojuku tiap kali aku merasa sedih. Itu membuatku sedikit tenang lagi, soju memanglah obat terbaik untukku. Sayangnya di Jepang soju cukup mahal.
“Boleh aku tambah soju lagi ?” aku mulai mabuk.
“Ini” ia menyodorkan botol hijau itu lagi untuk ke lima kalinya.
“Gomawo, Hankyung chagi~” aku mulai ngelantur.
“Pemabuk.” Ucapnya.
“Ini juga karena kau ! kau yang membuatku seperti ini !” aku sedikit berteriak.
“Cepat bayar dan pulanglah. Putri sepertimu tak pantas disini.”
“Cih, kata-kata itu lagi…” lalu aku meletakkan uang di atas meja dan mencoba berjalan menuju ke pintu keluar. Aku sempat menabrak tembok beberapa kali lalu aku melirik ke arahnya yang ingin mencoba mendekatiku.
“Bekerjalah, aku tak butuh bantuanmu.” Ucapku mencoba berdiri tegak.
“Hoekkk!” aku mual, dan memuntahkan makanan yang tadi kumakan.
“Minumlah” Hankyung memberikanku segelas air.
“Tak perlu” aku berjalan menuju ke mobil dan menyetir. Kepalaku berdenyut.
BLAM ! entah apa yang kutabrak, tapi aku merasakan sesuatu mengalir dari kepalaku. Lalu aku merasa sangat tenang…
***


Aku berjalan di tengah rerumputan hijau dengan masih memakai baju yang tadi pagi kukenakan. Kepalaku masih terasa berat, badanku juga terasa sedikit aneh seperti ada yang hilang.
“Ji Rim ah~” kudengar suara seseorang.
“Eomma !” pekikku berlari ke pelukan ibuku.
“Bagaimana keadaanmu ?” tanya ibuku mengusap rambutku.
“Baik. Eomma, aku merindukanmu” aku terisak.
“Sudahlah, jangan menangis. Kan kita sudah bertemu sekarang.” Suara ibu terdengar lirih.
“Hey !” seorang wanita meneriaki kami.
“Ahjumma !” aku melepas pelukan dengan ibu. Wanita itu adalah ibu Hankyung, orang yang kucelakai beberapa tahun yang lalu.
“Ji Rim ?” ia bingung.
“Ahjumma, maafkan aku tak bisa menyelamatkanmu…” ucapku berlutut padanya.
“Ji Rim ah, apa yang kau lakukan ?” ia menyuruhku berdiri.
“Kau pasti sangat membenciku. Maaf.”
“Tidak, aku tahu kau tak punya maksud yang buruk. Bagaimana kabar Hankyung ?”
“Dia, dia….” Aku terisak, ibu mendekatiku lalu menghapus air mataku.
“Dia masih membenciku hingga kini.” Tangisku semakin keras.
“Maaf, Ji Rim. Aku tak bisa berbuat apa-apa.” Ucap ibu.
“Ibu, kau tau semuanya ?”
“Tentu, ibu melihat semua dari sini. Maafkan ibu tak bisa menjadi orang yang ada di saat kau butuh ibu.” Ibu memelukku dan kami saling menangis.
“Kalian sangat manis.” Ucap ibu Hankyung.
“Aku, aku mau tinggal di sini.” Ucapku akhirnya.
“Apa ?” mereka berdua kaget.
“Yah, hidupku akan bahagia di sini.”
“Tidak, sayang. Kau harus mendapatkan kebahagiaanmu dulu di dunia. Kau belum pantas di sini.” Ucap ibu.
“Tapi, aku merasa tak punya siapa-siapa di sana, eomma.” Belaku.
“Percayalah, kau masih butuh berada di dunia.” Tiba-tiba pandanganku jadi gelap.
“Ji Rim ah, kami menyayangimu…” terdengar samar-samar.
***


Aku membuka kedua mataku, ada Hankyung duduk di samping kasurku. Aku menebak, ini rumah sakit. Aku merasakan sakit di seluruh tubuhku.
“Pulanglah. Maaf, telah merepotkanmu” ujarku lemah.
“Aku…”
“Tidak apa. Aku bisa sendiri, tak perlu mengabari keluargaku. Aku memang dilahirkan untuk sendiri.” Ucapku pura-pura tenang.
“Hm… baik” ia beranjak.
Kutahan isak tangisanku. Aku sungguh berharap dia memaksaku untuk tidak mengusirnya. Tapi, seperti yang terjadi, ia tak melakukannya.
Aku melihat sekeliling, aku menemukannya. Sebuah pisau di meja sebelahku. Tangisku semakin menjadi, aku merasa lebih baik aku mengakhiri semuanya. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi di sini. Aku mulai menyentuh pisau di meja, aku mengangkatnya lalu ku lihat tanganku . mungkin akan sedikit perih, tapi aku akan bahagia setelahnya. Perlahan aku mengiris pergelangan tanganku. Perih.
***
“Bodohnya aku tak bisa ada di sampingmu saat itu. Bodohnya aku mau meninggalkanmu sendiri di sana saat sedang dalam keadaan yang tak baik. Apa aku pantas disebut lelaki ? Ji Rim, maaf… maaf atas segala kebodohanku yang membuatmu jadi seperti ini. Maaf, karena aku pengecut, maaf aku bukanlah orang yang bisa menjadi sandaran bagimu… Jauh di dalam hatiku, aku sudah memaafkan kejadian itu. Kejadian dimana ibuku meninggal. Aku tahu itu bukan kesalahanmu. Tapi, saat itu aku benar sangat depresi… aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan segala masalah waktu itu. Hingga aku dengar kau meninggalkan Korea. Aku hampir melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan. Aku hampir mati tertabrak kereta… kau tak pernah tahukan ? Aku menyadari bahwa saat itu aku butuh dirimu, Song Ji Rim. Tapi, semua kembali pada kebodohanku yang membuatmu jadi seperti ini. Apa kau masih mencintaiku ? Jawab aku, saat kita bertemu, sebentar lagi…” Hankyung mengiris pergelangan tangannya juga dengan silet kecil di samping makam Ji Rim. Ia tertidur untuk selamanya di sisi Song Ji Rim…


The End

Thx for reading
BBU
고마워 !

blogger-emoticon.blogspot.com

No comments:

Post a Comment