Sunday, September 26, 2010

The One I Love Final Part


Sejak kejadian di depan restoran itu, Leeseul tak pernah lagi melihat sosok Kibum di kampus. Lelaki itu menghilang begitu saja. Entah pindah kampus atau sedang cuti, Leeseul sangat penasaran. Ia sempat menghubungi Sae Hee, namun satu-satunya saudari Kibum itu hanya terus mengatakan kakaknya berada dalam kondisi baik. Hingga akhirnya ia memberanikan diri menuju ke rumah keluarga Kibum. Yah, kini di depannya adalah sebuah bangunan dimana Kibum dan keluarganya tinggal. Rumah dengan sentuhan kemewahan kini berada di depan matanya. Leeseul menekan bel, seorang wanita paruh baya keluar dengan mata sembap.

“Selamat siang, Tante.” Leeseul tersenyum dan membungkukkan badan.

“Ya. Kamu mau mencari siapa ?” suara wanita itu terdengar serak.

“Saya Teuk Leeseul, teman Kibum.” Ucap Leeseul masih ramah.

“Masuklah, aku sering mendengar cerita tentang dirimu dari Sae Hee.” Wanita itu memperlebar pintu sehingga Leeseul bisa masuk.

“Bisakah aku menemuinya ?” tanya Leeseul sedikit hati-hati.

“Tunggulah ayahnya pulang, aku akan membawamu bertemu dengannya.”

“Apa dia tidak tinggal disini ?”

“Tidak lagi sekarang…” airmata wanita itu terlihat membasahi pipinya. Riasan wajahnya benar sudah memudar kini.

“Ahjumma ?” Leeseul mendekati wanita itu dan memeluknya.

“Apa dia menyakitimu ? Kalian berseteru ?” tanya Leeseul pelan

“Ya, dia sangat menyakitiku meskipun kami sama sekali tak berseteru.”

Belum selesai wanita itu menjelaskan kesedihannya, Sae Hee dan seorang lelaki yang juga sudah tak belia lagi masuk. Sae Hee tampak kaget melihat kehadiran Leeseul. Ia menangis dan menaiki tangga saat melihatnya. Leeseul benar sangat bingung.

“Ayo, kita akan bertemu dengannya.” Leeseul mengikuti wanita itu.

Selama perjalanan sama sekali hening. Bahkan lagu pun tak mengalun dari dalam mobil. Leeseul hanya terus menatap ke depan. Padahal suasana lain biasanya ia dapat dalam mobil ini. Ya, ini mobil milik Kibum. Mobil ini biasanya memutarkan lagu yang mereka sukai. Lagu yang membawa mereka dalam cinta. Harum mobilnya masih sama, masih yang mereka beli bersama-sama dua bulan lalu. Tak berapa lama mereka sampai. RUMAH SAKIT…

“Kita mau kemana, ahjumma ?”

“Bukankah kau mau bertemu dengan Kibum ?” Leeseul masih berjalan dibelakangnya dengan muka bingung.

Kini ia telah menggunakan baju khusus untuk masuk ke ruangan ICU. Ia masuk kedalam ruangan itu. Terdengar suara-suara bising dari alat-alat yang pastinya menyiksa tubuh. Dan betapa terkejutnya dia, seorang lelaki yang dicintainya terbaring lemah dengan segala macam bentuk selang. Ia berlutut di depan tempat tidur itu. Inilah alasan yang selama ini dimaksud Kibum. Ia tak ingin Leeseul sedih karena kehilangan dirinya suatu saat nanti. Ia menyesal. Ia menyesal tak bisa menjadi orang pertama yang menyemangati Kibum saat keterpurukannya dalam penyakit.

“Mengapa tak katakan sejak awal ?” Leeseul berdiri dan mendekati Kibum. Wajahnya terlihat pucat, matanya tertutup rapat dan mulutnya ditutupi tabung oksigen.

“Inikah yang kau maksud tak bisa membahagiakanku ? Apa kau benar tak ingin mencobanya lagi? Buka matamu, gerakkan tanganmu dan peluk aku lalu katakanlah kau mencintaiku..” Leeseul menatap wajah Kibum dalam. Ia mengelus pipi lelaki itu lembut. Beberapa titik airmatanya jatuh ke tangan Kibum. Ia sama sekali tak bergeming.

“Mengapa hanya diam ? Kibum ah… Kibum… katakan sesuatu ! kau bisa mengalahkan penyakit ini kan ? kau bisa mengatasi semuanya… Ucapkanlah, kumohon~” tangisannya semakin keras, bahkan ia sedikit menjerit sambil memeluk tubuh Kibum.

“Mianhae…” suara serak mengagetkan Leeseul.

“Kibum !” cepat-cepat Leeseul memencet tombol untuk memanggil dokter. Ia menatap Kibum penuh harapan sambil terus memegang tangannya erat sebagai pemberi semangat.

“Saranghaeyo.” Leeseul mencium kening Kibum.

“Na do…” Kibum tampak berusaha membalas ucapan Leeseul walau napasnya sesak.

Namun tiba-tiba genggaman yang tadinya dibalas erat pula oleh Kibum melemah. Leeseul yang panic terus menekan tombol panggilan untuk dokter.

***

Beberapa orang berkumpul di rumah itu, hampir semua memakai pakaian hitam. Leeseul duduk menatap kosong. Airmatanya sudah habis untuk menangis lagi. Semuanya telah terlambat, takkan ada lagi orang yang bisa menjadi sandarannya. Kini ia berada di kamar Kibum, ia duduk di tempat tidurnya sambil menatap sekeliling. Ada foto-foto yang tertempel dan terpajang, termasuk foto mereka berdua. Ia membuka laci di samping tempat tidur dan menemukan beberapa obat-obatan dan ia menemukan sebuah tempat CD dengan cover foto dirinya. Disana tertulis “The One I Love”, Leeseul mengambilnya dan memutarnya di DVD player milik Kibum.

“Aku harap kau menemukan video ini, Leeseul. Maafkan aku meninggalkanmu begitu saja tanpa memberitahukanmu alasan yang jelas. Tapi aku rasa sekarang kau sudah tau alasannya. Sae Hee memberitahuku bahwa kau sangat terpukul hari itu, ia bahkan menangis saat menceritakannya padaku. Ia berkata bahwa tak bisa menyimpan rahasia ini darimu…” Kibum terbatuk beberapa menit lalu mencari minumnya.

“Ehm, Jika aku memberitahumu masalah ini secara jujur aku takut kau akan mengasihaniku. Dan kau akan menganggapku bukanlah sebagai Kim Kibum yang sehat. Kau akan memberikanku perhatian yang berlebihan, itu yang menjadi alasanku menyembunyikan hal ini. Aku juga takut kau kehilangan akan kematianku nanti… Maka ada baiknya kau tak tahu hal ini dan kucoba membuatmu melupakan aku. Aku ingin kau tahu, bukan hanya kau saja yang merasa tersiksa. Aku juga, tetapi inilah jalan terbaik untuk kita. Mungkin saat kau menonton ini aku sudah tidak bisa berada di sisimu lagi. Mianhaeyo, jeongmal mianhaeyo…” Kibum mengambil gitar di sampingnya lalu memainkan sebuah lagu yang berjudul “One Love”

“One love, one love the memories are beautiful never let you go~” suaranya yang sangat khas terdengar jelas.

“Leeseul ah, saranghaeyo…… yeongwonhi.”


The End

Thx for reading
BBU
고마워!

blogger-emoticon.blogspot.com

Thursday, September 23, 2010

The One I Love Part 2


“Sesange ! apa yang terjadi dengan rambutmu ? Baju macam apa yang kau kenakan itu ?” ibu Leeseul kaget melihat rambut sepunggung anaknya kini menjadi seleher. Bajunya juga tanpa lengan dengan rok yang sangat pendek.
“Aku hanya ingin mengubah mode.” Leeseul mencoba santai sambil menyantap sarapan.
“Kau habis menangis ? Apa yang terjadi ?” Tanya ibunya lagi.
“Tak ada. Aku baik-baik saja. Aku berangkat ya, bu.” Leeseul mengambil tasnya dan berlari menuju pintu.
“Apa Kibum tak menjemputmu ?”
“Lupakanlah dia, aku tak ingin mendengar namanya !” seru Leeseul dari depan.
Berbeda dengan biasanya, Leeseul berangkat kuliah dengan bus. Ya, tak ada lagi mobil putih yang menjemputnya lagi.
“Leeseul ?” seorang lelaki menyapanya.
“Ya. Hey, Yesung !”
“Ada apa dengan rambutmu ?” tanyanya heran.
“Hahaha. Kerenkan ?”
“Ya, kau tampak lebih segar.” Tawa Yesung.
“Benarkah ? Terimakasih.”
“Aku baru kali ini melihatmu naik bus. Biasanya kan kau diantar.”
“Memangnya aku tidak boleh naik ya ?”
“Bukan begitu. Tapi aneh saja.”
“Lupakanlah…” ucap Leeseul menutup percakapan karena bus juga sudah sampai di tujuan mereka.
Seperti yang sudah ia duga, sepanjang berjalan semua orang yang mengenal Leeseul menatapnya heran. Tak sedikit yang berani mempertanyakannya seperti Yesung. Ia hanya tersenyum dan mengatakan hanya ingin mengubah gaya dan bosan. Saat dalam perjalanan menuju keluar kampus, ia berpapasan dengan Kibum. Pria itu tampak sangat kaget dengan penampilan baru mantan kekasihnya itu. Leeseul terus berjalan tanpa memperdulikannya, ia bahkan membuang mukanya.
Saat di depan kampus, ia singgah ke sebuah toko ponsel di sebelah untuk membeli pengganti ponselnya yang ia banting kemarin. Ia membeli sebuah ponsel yang simple dan memasukkan kartu yang tak ia ikutsertakan dalam insiden pembantingan, lalu membayarnya.
Ponselnya bergetar tanda ada pesan yang masuk.
Rambut yang indah . . .
Pesan dari Kibum. Awalnya Leeseul berniat membalasnya, kemudian diurungkannya karena ia sudah bertekad akan melupakan lelaki itu. Ia mencari tombol hapus, lalu menghapus nomor Kibum. Walaupun sebenarnya itu percuma karena bahkan ia sudah mengingat nomornya. Ia menatap layar putih itu, ia kembali meneteskan airmata. Ia merasa sangat payah karena kecengengannya. Ia tahu lelaki bukan hanya Kibum, tapi perjalanan cinta merekalah yang menyebabkan kesedihan ini pada Leeseul. Sekarang apalagi yang bisa ia lakukan selain menangis dan menangis.
Leeseul memilih untuk berkeliling dulu sebelum pulang ke rumahnya. Ia merasa perlu menenangkan dirinya dari masalah yang sedang ia hadapi. Ia tidak pernah lagi mengenal sesosok sahabat sejak bersama Kibum. Kibum adalah segalanya baginya, teman, sahabat, pacar bahkan sosok ayah juga melekat pada Kibum. Itu salah satu alasan mengapa Leeseul tak pernah mau membuka diri dengan orang lain selain Kibum. Kini Leeseul duduk di salah satu kursi di sebuah rumah makan. Ia hanya memesan teh dan duduk termenung.
“Hai, gadis manis…” segerombol lelaki mulai mendekati Leeseul, ia masih tak bergeming.
“Apa kau sendirian ?” tanya salah satu dari mereka.
“Lupakanlah lelaki itu, berjalan bersama kami. Kami akan membuatmu bahagia.” Seorang maju lagi dan mulai menyentuh tangan Leeseul. Entah karena terlalu depresi atau terlalu berani, ia tetap tak bergeming.
“Lepaskan tangan kotormu itu” ucap seseorang dibelakang, segerombol preman itu menoleh dengan penuh kekesalan.
“Apa maksudmu ?” para preman mulai mendekat ke arah lelaki yang tidak lain adalah Kibum.
“Kalian takkan bisa membuatnya bahagia.” Ucap Kibum memundurkan langkahnya.
“Jadi kau pikir kau bisa membuatku bahagia ?” Leeseul berdiri.
“Kebahagiaanmu bukan ada padaku. Aku hanya ingin melindungimu dari mereka.”
“Tampaknya aku tak membutuhkannya. Mungkin kebahagiaanku ada pada mereka.” Leeseul menunjuk segerombol preman itu.
“Kau sudah gila ?”
“Ya. Apa kau tak menyadari semua karena kau ?” Isak tangis itu kembali terdengar.
“Hey, apa yang kalian berdua lakukan ? Uruslah urusan kalian, kami tak ada waktu untuk menonton opera sabun ini.” Para preman itu lalu beranjak dari sana.
“Maaf, tapi aku benar-benar bukanlah yang terbaik untukmu. Segera lupakan aku dan kembali menjadi Leeseul yang ceria, kumohon. Aku bukanlah orang yang bisa membahagiakanmu dan menjagamu. Aku seorang yang amat sangat lemah.”
“Bisakah kau menghiburku dan berhenti mengucapkan kata maaf dan memintaku untuk melupakanmu dengan alasan yang bodoh itu ?” Leeseul meneteskan airmatanya lagi dan lagi.
“Aku tak bisa melakukannya. Selamat tinggal, Leeseul. Jadilah Teuk Leeseul yang tegar selama aku tak disampingmu.” Kibum berjalan semakin menjauh dari tempat Leeseul berdiri.


To Be Continued

Thx for reading
BBU
고마워 !

blogger-emoticon.blogspot.com

Tuesday, September 14, 2010

Mates With Heechul (?)



Santai, santai....

ini cuma kegeeran seorang gua aja kok. barusan aja gua ngeupload foto gua di twitter. eh, pas gua liat di timeline, gua menemukan kenyataan bahwa:


Agak lebay sih emank. tapi gak apa-apa dah gua kan menghibur diri. Sambil menghitung hari kapan KIM KIBUM ngebuat twitter.

Udahan ya, ntar kalo kelamaan gua takut ditimpuk biasnya Heechul


Thx for reading
BBU
고마워 !

Monday, September 13, 2010

The One I Love


“Maaf, tapi aku harus pergi…” Kibum menatap Leeseul serius.
“Tapi, mengapa ?” wanita itu menitikkan airmatanya pelan.
“Aku tak bisa mengatakannya. Biarkan aku pergi dan lupakan aku…” Kibum mengambil tas di sampingnya lalu beranjak. Leeseul terisak lalu mencoba mengejar Kibum.
“Ini tak adil ! Aku tak mau melupakanmu dan aku masih mencintaimu !” Ia meneriakkannya sepanjang ia berlari. Kibum menoleh ke belakang.
“Aku masih mencintaimu, Kim Ki Bum… aku masih mencintaimu !!!” Leeseul semakin tersedu.
“Maaf Leeseul ah, aku harus pergi… aku bukanlah orang yang tepat untukmu.” Lelaki itu melanjutkan langkahnya. Kali ini dipercepat, ia tak ingin Leeseul dapat mengejarnya. Namun, wanita itu semakin terus berlari, ia benar tak habis pikir apa yang membuat kekasihnya memilih meninggalkannya.
“Taksi !” ucap Kibum dari tepi jalan.
“Kibum, aku mohon… Jangan pergi…” Leeseul sudah tak sanggup berjalan lagi, ia terjatuh.
“Lupakanlah aku.” Kibum masuk ke dalam mobil kuning itu.
Ponsel Leeseul berdering tanda ada yang meneleponnya, tapi sekarang bukan saatnya untuk menerima panggilan. Ia membanting dan meninggalkan ponselnya lalu bangkit berdiri dan berjalan lemas ke depan. Pikirannya kacau, ia tak tahu apa yang harus dia lakukan. Sepanjang jalan semua memperhatikannya, menatapnya iba. Matanya sudah merah terlalu banyak mengeluarkan air mata. Kini ia benar merasa sendirian.
“Eonnie!” terdengar suara dari arah belakang, Leeseul tak punya hasrat untuk menoleh. Ia terus berjalan selagipun suara itu diarahkan padanya.
“Chaekamannaeyo !” kini sang pemilik suara berada di depannya. Ia adalah adik Kibum, Sae Hee.
“Sae Hee ah !” Leeseul memeluk Sae Hee.
“Apa yang terjadi ?” tanyanya cemas.
“Kibum, kibum…” Leeseul tak dapat berkata lagi, ia menangis tersedu kali ini.
“Oppa ? ada apa dengannya ? Bagaimana kalau eonnie ku antar pulang, ceritakan semuanya padaku disana.” Leeseul mengangguk lemah.
***
“Dia terus menyuruhku melupakannya… Aku tak mengerti, tapi akhirnya dia meninggalkanku…” Sae Hee menatap simpati pada kekasih kakaknya itu.
“Tapi, Oppa sama sekali tidak mengatakan apa-apa padaku.”
“Mungkin selama ini aku membebaninya. Aku terlalu buruk. Ini semua salahku.”
“Apa yang eonnie katakan ? Oppa sangat mencintaimu. Kau yang paling berharga baginya…”
“Sudahlah, Sae Hee. Tak perlu menghiburku.”
“Terserah padamu, eonnie. Yang aku tahu, Oppa sangat mencintaimu…”
“Pulanglah, aku sangat lelah sekarang. Terimakasih telah mendengarkanku.”
“Jagalah kesehatanmu, eonnie.” Sae Hee tersenyum lalu memeluk Leeseul lagi.
“Hati-hati”
Leeseul menatap kosong ke arah meja belajarnya, tepatnya foto dia dan Kibum yang terpampang disana. Mereka tampak bahagia dengan seragam biru dibadan. Terukir huruf K dan L di sudut foto.
PRANG !
Bingkai itu jatuh dengan sengaja, serpihan kaca berjatuhan ke lantai. Leeseul menyentuh selembar foto dari serpihan kaca yang diambil saat mereka merayakan dua tahun hari jadi mereka.
“Bodoh” ucapnya lirih sambil menepuk foto Kibum.
“Kau bilang kau tak pantas untukku ? Jadi hubungan kita selama lima tahun kau anggap apa ? Kau hanya mempermainkanku ?” Leeseul menghapus airmatanya yang tak henti mengalir. Hingga ia merobek foto itu menjadi serpihan kertas yang bercampur dengan kaca dan airmata. Ia menyapu semuanya lalu membakarnya ke taman belakang rumahnya.
“Aku akan melupakanmu.” Leeseul mengambil gunting yang dibawanya dari kamar, ia menggunting rambutnya dari sepunggung menjadi seleher.
“Aku juga akan melupakan pujian rambut indah untukku.”
Leeseul mengikutsertakan rambutnya ke dalam api. Lalu ia masuk ke kamarnya dan mencoba untuk tidur.



To Be Continued

Thx for reading
BBU
고마워 !

blogger-emoticon.blogspot.com

Thursday, September 9, 2010

Envy Mode On


Sepupu gua yang dari Singapore beberapa minggu yang lalu datang ngunjungin gua. Dia lagi libur nungguin hari dia masuk kuliahnya di Inggris. Seperti biasa dia nginap di rumah gua. Malam itu, nyokap gua ngejemput dia dari rumah tante gua terus tiba-tiba aja dia nyamperin gua di kamar yang lagi sibuk ngutak-ngatik komputer. Dia gak pandai bahasa Indonesia, so mau gak mau kalo gak pake bahasa inggris gua pake bahasa hokkian ke dia. Jadi, dia ngeliatin lappy gua dan bertanya
Niece: "who is in your laptop wallpaper ?"
Me: "Super Junior"
Niece: "I saw Leeteuk and Eunhyuk in Kiss The Radio when i go to Korea."
blogger-emoticon.blogspot.com
Me: "Are you serious ?" *tampang cengo'*
Niece: "Serious. I have the picture in my camera"

Oke, dia ke Korea dan gua baru tahu. GUA ENVY ABIES !!!!
Dan satu lagi yang bikin gua ENVY adalah, dia ketemu sama Leeteuk dan Eunhyuk, gak cuma itu dia nonton Dream Concert, dia ketemu sama idolanya di 2PM Wooyoung bahkan dia sempat ngasih kaos (ketemu langsung) pas di depan kantor JYP, ketemu Rain dan banyak lagi. Sayangnya dia gak ke SMEnt. Soalnya dia itu Hottest dan bukan ELF.


Selama dia di sini, kita nonton semua koleksi DVD Super Junior gua terus karaokean bareng, yahhh ngajak dia shoppinglah biasa namanya juga cewek.

Dan kemaren, dia ngetag ke gua fotonya Leeteuk sama Eunhyuk yang dia potret sendiri dari SUKIRA di facebook. Di depan lappy gua melongo dengan indahnya. Walaupun fotonya nge-blur, walaupun dia fotonya gak terang (soalnya disana dilarang pake flash kalo mau motret 2 DJ Sukira ini). Gua masih envy abis... Oh Tuhan, kapan gua bisa kek dia !!!! Jangankan ke Korea, gua mau nonton Super Show aja setengah mampus...


MAMA, GUA PENGEN KE KOREA !!!!!


Thx for reading
BBU
고마워 !

blogger-emoticon.blogspot.com

You Final Part




KOREA, aku kembali. Tak ada perubahan yang berarti selama empat tahun. Aku berjalan mendorong koperku mengikuti Eun Ja. Ayahnya akan menjemput kami, aku menghirup napas dalam-dalam. Aku sudah tak sabar ingin memakan kimchi dan bulgogi !!!

Ini hari kedua aku di Korea, aku sempat terserang flu karena mungkin tubuhku masih beradaptasi dengan suasana yang sudah lama aku tinggalkan. Kemarin aku mengunjungi semua tempat yang sangat kurindukan dari Korea. Dan hari ini aku akan melanjutkannya, ayah Eun Ja berjanji akan meminjamkan mobilnya padaku untuk berkeliling. Sedikit banyak aku masih ingat cara mengendarai mobil walaupun sudah lama aku tak pernah lagi mencobanya. Rencananya aku akan makan kimchi di sebuah kedai kecil jauh dari kota. Aku mencoba mengingat jalan menuju kesana. Semoga saja tak tersesat.
“Ji Rim, kau dipanggil ayahku !” ujar Eun Ja masih memakai piyamanya.
“Oh, baiklah.” Aku keluar kamar menuju ke bawah, disana pamanku sudah menunggu di depan pintu keluar.
“Ji Rim, ini kuncinya. Hm, apakah kau yakin tahu jalannya ?” tanya Paman dengan muka sedikit cemas.
“Ya, ahjussi.” Ucapku tersenyum ramah.
“Baiklah, aku harus segera pergi bekerja. Hati-hati mengendarainya ya.” Pesan paman.
Aku mengambil tas dikamarku lalu sedikit berlari menuju ke garasi dimana mobil disimpan. Aku menyapa tukang kebun dan beberapa orang di pekarangan. Lalu aku menghidupkan mesin.
***


Aku menghirup udara di desa ini dalam-dalam. Hatiku begitu tenang, suasana ini yang kutunggu-tunggu. Di saat seperti ini aku mengingat sosok seseorang, Hankyung. Wajahnya selalu hadir disaat aku merasa tenang. Aku ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang, apakah dia baik-baik saja ? apakah dia telah menemukan rumah yang layak ? Apa dia bisa hidup sendiri ? Ntahlah, aku hanya bisa berdoa semoga semua baik-baik saja. Aku mulai menjalankan kembali mobilku menuju ke sebuah kedai kecil yang masih sepi. Aku masuk ke dalam.
“Osso oseyo !” ucap seorang laki-laki yang tampak sibuk.
“Aku ingin….” Prang ! piring yang dipegang lelaki itu ter jatuh ketika aku ingin memesan. Dia, dia adalah Hankyung. Aku tahu betul, biarpun kini mulai tumbuh janggut di dagunya.
“Aku ingin pesan kimbap, kimchi dan sebotol soju.” Ucapku lirih dan menahan tangis. Aku mencoba pura-pura tak mengenalnya. Aku tak ingin menyakitinya.
Ia mengangguk lalu membereskan kepingan piring di bawah lantai dengan hati-hati. Aku mencari tempat duduk yang cukup nyaman, air mataku mulai jatuh perlahan. Perasaanku bercampur, aku senang mengetahui dia baik-baik saja, aku sedih dia sama sekali tak menyapaku. Aku mengerti ini masih berhubungan dengan kejadian beberapa tahun yang lalu.
“Selamat menikmati~” ucapnya mencoba ramah.
“Kamsahamnida”
Aku memakan semua hidangan dengan lemas. Sesekali aku menatapnya yang sibuk di dapur, dan aku menangis lagi. Aku meminum sojuku tiap kali aku merasa sedih. Itu membuatku sedikit tenang lagi, soju memanglah obat terbaik untukku. Sayangnya di Jepang soju cukup mahal.
“Boleh aku tambah soju lagi ?” aku mulai mabuk.
“Ini” ia menyodorkan botol hijau itu lagi untuk ke lima kalinya.
“Gomawo, Hankyung chagi~” aku mulai ngelantur.
“Pemabuk.” Ucapnya.
“Ini juga karena kau ! kau yang membuatku seperti ini !” aku sedikit berteriak.
“Cepat bayar dan pulanglah. Putri sepertimu tak pantas disini.”
“Cih, kata-kata itu lagi…” lalu aku meletakkan uang di atas meja dan mencoba berjalan menuju ke pintu keluar. Aku sempat menabrak tembok beberapa kali lalu aku melirik ke arahnya yang ingin mencoba mendekatiku.
“Bekerjalah, aku tak butuh bantuanmu.” Ucapku mencoba berdiri tegak.
“Hoekkk!” aku mual, dan memuntahkan makanan yang tadi kumakan.
“Minumlah” Hankyung memberikanku segelas air.
“Tak perlu” aku berjalan menuju ke mobil dan menyetir. Kepalaku berdenyut.
BLAM ! entah apa yang kutabrak, tapi aku merasakan sesuatu mengalir dari kepalaku. Lalu aku merasa sangat tenang…
***


Aku berjalan di tengah rerumputan hijau dengan masih memakai baju yang tadi pagi kukenakan. Kepalaku masih terasa berat, badanku juga terasa sedikit aneh seperti ada yang hilang.
“Ji Rim ah~” kudengar suara seseorang.
“Eomma !” pekikku berlari ke pelukan ibuku.
“Bagaimana keadaanmu ?” tanya ibuku mengusap rambutku.
“Baik. Eomma, aku merindukanmu” aku terisak.
“Sudahlah, jangan menangis. Kan kita sudah bertemu sekarang.” Suara ibu terdengar lirih.
“Hey !” seorang wanita meneriaki kami.
“Ahjumma !” aku melepas pelukan dengan ibu. Wanita itu adalah ibu Hankyung, orang yang kucelakai beberapa tahun yang lalu.
“Ji Rim ?” ia bingung.
“Ahjumma, maafkan aku tak bisa menyelamatkanmu…” ucapku berlutut padanya.
“Ji Rim ah, apa yang kau lakukan ?” ia menyuruhku berdiri.
“Kau pasti sangat membenciku. Maaf.”
“Tidak, aku tahu kau tak punya maksud yang buruk. Bagaimana kabar Hankyung ?”
“Dia, dia….” Aku terisak, ibu mendekatiku lalu menghapus air mataku.
“Dia masih membenciku hingga kini.” Tangisku semakin keras.
“Maaf, Ji Rim. Aku tak bisa berbuat apa-apa.” Ucap ibu.
“Ibu, kau tau semuanya ?”
“Tentu, ibu melihat semua dari sini. Maafkan ibu tak bisa menjadi orang yang ada di saat kau butuh ibu.” Ibu memelukku dan kami saling menangis.
“Kalian sangat manis.” Ucap ibu Hankyung.
“Aku, aku mau tinggal di sini.” Ucapku akhirnya.
“Apa ?” mereka berdua kaget.
“Yah, hidupku akan bahagia di sini.”
“Tidak, sayang. Kau harus mendapatkan kebahagiaanmu dulu di dunia. Kau belum pantas di sini.” Ucap ibu.
“Tapi, aku merasa tak punya siapa-siapa di sana, eomma.” Belaku.
“Percayalah, kau masih butuh berada di dunia.” Tiba-tiba pandanganku jadi gelap.
“Ji Rim ah, kami menyayangimu…” terdengar samar-samar.
***


Aku membuka kedua mataku, ada Hankyung duduk di samping kasurku. Aku menebak, ini rumah sakit. Aku merasakan sakit di seluruh tubuhku.
“Pulanglah. Maaf, telah merepotkanmu” ujarku lemah.
“Aku…”
“Tidak apa. Aku bisa sendiri, tak perlu mengabari keluargaku. Aku memang dilahirkan untuk sendiri.” Ucapku pura-pura tenang.
“Hm… baik” ia beranjak.
Kutahan isak tangisanku. Aku sungguh berharap dia memaksaku untuk tidak mengusirnya. Tapi, seperti yang terjadi, ia tak melakukannya.
Aku melihat sekeliling, aku menemukannya. Sebuah pisau di meja sebelahku. Tangisku semakin menjadi, aku merasa lebih baik aku mengakhiri semuanya. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi di sini. Aku mulai menyentuh pisau di meja, aku mengangkatnya lalu ku lihat tanganku . mungkin akan sedikit perih, tapi aku akan bahagia setelahnya. Perlahan aku mengiris pergelangan tanganku. Perih.
***
“Bodohnya aku tak bisa ada di sampingmu saat itu. Bodohnya aku mau meninggalkanmu sendiri di sana saat sedang dalam keadaan yang tak baik. Apa aku pantas disebut lelaki ? Ji Rim, maaf… maaf atas segala kebodohanku yang membuatmu jadi seperti ini. Maaf, karena aku pengecut, maaf aku bukanlah orang yang bisa menjadi sandaran bagimu… Jauh di dalam hatiku, aku sudah memaafkan kejadian itu. Kejadian dimana ibuku meninggal. Aku tahu itu bukan kesalahanmu. Tapi, saat itu aku benar sangat depresi… aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan segala masalah waktu itu. Hingga aku dengar kau meninggalkan Korea. Aku hampir melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan. Aku hampir mati tertabrak kereta… kau tak pernah tahukan ? Aku menyadari bahwa saat itu aku butuh dirimu, Song Ji Rim. Tapi, semua kembali pada kebodohanku yang membuatmu jadi seperti ini. Apa kau masih mencintaiku ? Jawab aku, saat kita bertemu, sebentar lagi…” Hankyung mengiris pergelangan tangannya juga dengan silet kecil di samping makam Ji Rim. Ia tertidur untuk selamanya di sisi Song Ji Rim…


The End

Thx for reading
BBU
고마워 !

blogger-emoticon.blogspot.com

Saturday, September 4, 2010

You Part 2




“Ji Rim ah, bisakah kau menjaga kompor sebentar? Aku ingin buang air.” Ucap ibu Hankyung membangunkanku.
“Ya, ahjumma” jawabku namun kembali terlelap.
Tiba-tiba ponselku berbunyi, aku mengambilnya dari meja. Namun ada yang aneh, aku mencium bau asap dari kamar ini.
“Halo. Ya ? apa ? ASTAGA ! Chagi, kebakaran !!!” ucapku panik saat melihat asap mengepul.
“Dimana ?” tanya Hankyung
“Dari dapur, aku lupa mematikan kompor !!! Ibumu di kamar mandi !!” ucapku lagi membuka pintu lalu memanggil-manggil ibunya.
“Ji Rim !” aku mendengar jeritan dari arah kamar mandi.
“Ahjumma !!!” aku mendekati kamar mandi, terkunci. Api semakin menjalar, aku mencoba membuka kenok pintu.
“Aku tak bisa membukanya !!!” seruku semakin panik hingga air mataku keluar.
“Aku kehabisan napas…” ucapnya lemas dari dalam.
“BERTAHANLAH !!!!” seruku semakin keras membuka pintu.
Ponselku terus berdering, aku tak memperdulikannya. Aku bahkan tak tahu harus berbuat apa. Napasku juga mulai habis karena daritadi aku hanya menghirup asap hitam. Aku semakin lemas, dan GELAP.
***
Mataku berat untuk dibuka, badanku sakit dan aku merasa ada yang lain dengan tubuhku. Aku mencoba menggerakkan jari tanganku, lalu ada sentuhan hangat.
“Ji Rim ah ~” suara yang sangat lembut. Aku membuka mata, dia adalah sepupuku Eun Ja.
“Eun Ja ?” ucapku lemas.
“Kau sudah baikan ?” dia tersenyum
“Bagaimana bisa kau disini ?”
“Aku melihat berita di TV, namamu disebut disana.”
“Apa yang terjadi ?” sejenak aku lupa.
“Kebakaran. Satu meninggal, aku lega itu bukan kau.” Ucapnya.
“APA ?” tanyaku kaget lalu ingin beranjak.
“Kau mau kemana ?” tanya Eun Ja menahanku.
“Aku harus pergi melihatnya !”
“Siapa ? lelaki dingin itu ?” tanyanya.
“Dimana dia ?”
Eun Ja membawaku ke luar. Aku melihat banyak orang menangis, dan aku melihatnya.
“Bisakah kau membawaku ke sana ?” Eun Ja mendorong kursi rodaku.
“Untuk apa kau kemari ?” tanyanya dingin.
“Aku…. aku ingin…”
“Pergilah, aku sedang tak ingin diganggu.” Dia masih melihat ke arah depan dan menatap kosong.
“Bisakah kau mendengarnya sebentar ?” Eun Ja tampak kesal.
“Maaf, aku tak bisa” jawabnya lagi, air mataku mengalir.
“Mianhae…” ucapku akhirnya.
“Sudahlah, ini sudah terlambat. Pulanglah, kau tak pantas berada di sekitar orang miskin seperti kami” ucapnya lagi, air mataku semakin deras.
“Aku akan pergi, tapi ingat satu hal. Aku tak pernah menganggapmu sebagai orang miskin. Dan aku mencintaimu.” Aku mendorong kursiku sendiri.
“Ji Rim, tunggu !” Eun Ja mengejarku.
Aku menangis, tepatnya menangis tersedu. Aku tak menyangka ia akan membenciku. Aku tahu memang ini semua salahku, aku tahu maaf takkan menyelesaikan masalah, aku tahu semuanya ini tak harus terjadi. Aku bisa merasakan bagaimana saat ibu tak ada.
“Ji Rim ah, ibuku tak keberatan jika kau menetap di rumahku. Kau juga bisa sekalian ikut aku ke Jepang, aku akan kuliah disana.” Jelas Eun Ja tiba-tiba.
“Baiklah, aku rasa aku tak ada gunanya aku berada di sini terlalu lama.”
“Aku akan memesan tiket, secepatnya kita akan pindah.” Eun Ja memelukku.
“Gomawo, Eun Ja ah. Aku tak tahu bagaimana aku tanpa kau.”
“Hey, kita kan saudara !” ia memukul kepalaku pelan.
Luka hatiku sedikit terobati. Setidaknya aku akan segera meninggalkan kota ini dan pindah ke Jepang untuk memulai hidup baru. Hidup yang bahagia.


***
“Anyeonghassaeyo artinya halo dalam kalimat formal, sementara untuk informal kita bisa menggunakan Anyeong saja”
Sekarang aku adalah guru Hangul di sebuah lembaga bahasa di Jepang. Muridku kebanyakan adalah sekumpulan remaja yang menyukai Korea. Aku mulai terbiasa dengan kehidupan di sini. Awalnya aku mau ikut Eun Ja berkuliah disini, tapi aku tak mau merepotkan orangtuanya. Jadi aku mencoba mencari pekerjaan dan inilah pekerjaan yang tak terlalu sulit karena muridku memang cukup mudah diatur.
Pertanyaannya adalah apakah aku masih mengingat Hankyung ? Lelaki yang kini mungkin masih membenciku hingga sekarang. Walaupun sudah 4 tahun aku meninggalkannya ke Jepang. Jawaban dari pertanyaan itu adalah aku masih mengingatnya bahkan aku masih mencintainya.
“Baiklah, sekian untuk hari ini. Kita bertemu lusa malam ya.” Ucapku menyusun buku di meja dan keluar.
Jalanan malam di Jepang sangat indah dan dingin, aku memakai mantel dan syalku yang hangat. Aku berjalan menuju apartemen. Aku membeli sedikit makanan ringan untuk Eun Ja. Biasanya dia suka lupa akan makan malam jika tugas kuliahnya menumpuk.
“Aku pulang !” ucapku melepas sepatu dan menggantinya menjadi sandal rumah.
“Hey, Bagaimana muridmu ?”
“Baik-baik saja. Ini aku bawakan takoyaki, kau laparkan ?”
“Terimakasih !” dia mengambil plastic dari tanganku dan menuju ke dapur.
“Hey, Ji Rim. Apakah kau ikut aku kembali ke Korea minggu depan ?” tanya Eun Ja dari dapur.
“Hmm… Boleh.” Jawabku melepas bajuku.
“Baiklah, aku akan memesan tiket” Eun Ja mengunyah takoyaki.
“Aku mau tidur” ucapku lalu masuk ke kamar.

To Be Continued

Thx for reading
BBU
고마워 !

blogger-emoticon.blogspot.com