Taksi berhenti di depan apartemen milik Donghae. Setelah membayar, sambil membawa plastik belanjaanya, Hyeon Hee masuk ke dalam ruangan Donghae di lantai 8. Ia menekan kode pintu dan masuk seiring dengan berbunyinya nada tanda keamanan dimatikan. Lampu apartemen dan televisi menyala. Hyeon Hee kaget saat melihat Donghwa duduk di sofa sambil menonton televisi dan meminum cola-nya.
“Hmm kau bahkan sudah diberitahu kode apartemennya. Tampaknya kau sangat spesial,” Donghwa menoleh, namun Hyeon Hee tidak memperdulikannya. Ia membawa belanjaanya ke dapur dan mulai memasak ramen.
“Ya! Apa peri juga bisa membuat ramen?” tanya Donghwa mendekati Hyeon Hee di dapur, Hyeon Hee menatapnya tajam, marah.
“HAHAHAHA, aku hanya bercanda,” Donghwa membuka choco pie yang dibeli Hyeon Hee lalu memasukkannya kedalam mulut.
“Dengar, walaupun aku tidak percaya pada status perimu, tapi aku percaya soal hubunganmu dengan adikku. Aku punya ide bagus agar Donghae bisa mengingatmu kembali!” Hyeon Hee yang tadinya bersikap dingin langsung menoleh ke arah Donghwa.
“Ide ini benar-benar murni untuk membantumu, aku tidak bermaksud apa-apa. Bagaimana kalau kau dan aku, berpura-pura pacaran. Dengan begitu intensitas pertemuanmu dengan Donghae akan semakin sering. Yah, kau bisa menjadikanku sebagai alasan.”
“APA?” Hyeon Hee menatap Donghwa dengan tatapan aneh.
“Okay, dengar. Donghae adalah seorang pencemburu. Jika dia benar-benar pernah mempunyai rasa cinta padamu sebelumnya, dia tentu akan terbakar api cemburu kalau aku bermesra-mesraan denganmu. Lagipula, ingat tidak sewaktu pertama kali di rumah sakit? Dia bahkan mengatakan kau cantik. Well, semuanya terserah padamu. Menurutku satu-satunya cara agar kau bisa menemuinya setiap hari di rumah sakit adalah ini. Memangnya kau mau pakai alasan apalagi? Belom lagi Yejin yang terus sinis padamu,” jelas Donghwa sambil terus mengunyah chocopie-nya.
“Baiklah, tapi bagaimana menjelaskannya dengan Yejin? Aku sudah memberitahunya kalau aku adalah kekasih Donghae”
“Tak usah pikirkan wanita manja itu, dia tidak akan memikirkannya lagi kalau tau kau bukan saingannya”
“Ya, kalau memang begitu…”
“Aku akan mengatur skenarionya, agar terlihat nyata. Oh ya, mulai malam ini aku akan tinggal disini”
“APA?” seru Hyeon Hee dengan tatapan tidak setuju.
“Ya, aku tidak pernah tahu kalau kau juga tinggal disini,” Donghwa menanggapi keterkejutan Hyeon Hee dengan santai.
“Kenapa tidak tinggal dengan ahjumma saja sih?”
“Kamarku digunakan Yejin. Atau kau mau tinggal dengan Yejin?”
“Tidak, tidak! Yasudahlah, lagi pula ini juga rumah adikmu”
“Ya, dan kita juga tidak sekamar. Kau tidurlah di kamar Donghae, biar aku tidur di kamar tamu saja”
“Tentu saja begitu. Tidak perlu sok jantan” seru Hyeon Hee sambil membawa panci ramennya ke meja.
“Dasar wanita~” Donghwa kembali ke sofanya lagi, bau ramen membuatnya lapar. Tapi dia tau mana mungkin Hyeon Hee memasakkan untuknya
Sudah seminggu berlalu sejak Donghwa dan Hyeon Hee melakukan drama pacaran mereka. Bukannya ingat, Donghae malah semakin tidak memerdulikan Hyeon Hee. Apalagi sejak Yejin terus menerus lengket padanya. Hari ini adalah hari keluarnya Donghae dari rumah sakit. Itu artinya, Donghae akan kembali ke apartemen.
“Ya! Tidak apa-apakan kalau aku dan Hyeon Hee tinggal di apartemenmu,” kata Donghwa di mobil dalam perjalanan.
“Ha? Lalu dimana aku akan tidur? Kalian belum melakukan hal-hal burukkan di apartemenku?”
“Apa maksudmu? Tentu saja tidak! Aku ini tidak mesum sepertimu. Kau? Kau tidur saja di kamarmu, Hyeon Hee di kamar tamu dan aku bisa tidur dimana saja. Sofa mungkin”
“Yasudahlah kalau begitu,”
“Lagipula Hyeon Hee bisa memasak, kau tidak perlu makan ramen atau makanan instan setiap hari. Lebih irit kan?”
“Hyung ini malah memperalat kekasihmu, bodoh” Donghwa menempeleng kepala Donghae, lalu Donghae membalasnya.
“Sudah, sudah. Jangan bercanda, Donghwa! Menyetirlah dengan baik!” Ibu Donghae melerai tingkah bodoh dua adik beradik itu.
Sementara di apartemen, Hyeon Hee sudah menyiapkan masakan untuk menyambut Donghae. Belakangan ini dia memang sedang senang dengan kegiatan masak-memasak yang belum pernah ia lakukan di khayangan sebelumnya. Tak berapa lama setelah ia menata meja, pintu terbuka.
“Wah, wangi sekali! Apa yang kau masak hari ini?” Donghwa langsung ke dapur.
“Sedikit sup dan sam-gyeop-sal,” Hyeon Hee mencoba menjawabnya mesra mengingat ada Donghae.
“Sini, biar kubantu,” ucap Donghwa membawakan mangkuk sup ke meja makan.
“Hyung, berhentilah bersikap gentle. Kau sangat tidak cocok dengan sikap itu,” kikik Donghae melihat tingkah kakaknya yang berbeda itu.
“Apa? Apa kau bilang? Coba katakan sekali lagi? Jangan sampai aku menumpahkan sup ini padamu,” canda Donghwa diikuti dengan tawa khas Donghae.
“Sudah, sudah. Ayo makan. Maaf ya kalau tidak begitu pas rasanya, aku mendapatkan resepnya dari buku,” senyum Hyeon Hee mengambilkan nasi untuk semua orang lalu duduk di sebelah Donghwa.
“Ini untukmu,” Donghwa mengambil tahu dengan sumpit lalu meletakkannya di mangkuk milik Hyeon Hee.
“Enak,” kata Donghae mengacungkan jempolnya ke arah Hyeon Hee. DEG! Muka Hyeon Hee mendadak memerah. Senyum itu…senyum yang begitu ia rindukan.
“ah…be..benarkah?”
“Tentu saja, chagi! Masakanmu selalu yang terbaik,” Donghwa merangkulnya.
“Ah, hyung berhentilah melakukan skinship,” protes Donghae.
Hyeon Hee senang, sejak tadi Donghae terus memprotes skinship yang dilakukan Donghwa padanya. Apa ini…..
***
Malam tiba, kini di apartemen itu hanya tinggal Hyeon Hee, Donghwa dan Donghae. Mereka berada di ruang tengah menonton televisi. Donghwa mengedipkan matanya pada Hyeon Hee tanda harus melakukan hal-hal mesra. Tiba-tiba saja, Donghwa mengecup pipi Hyeon Hee. Donghae melihatnya dan tersenyum kecil.“Aku ke kamar dulu,” sadar akan kemesraan mereka, Donghae lalu masuk ke kamar. Hyeon Hee menatap kesal pada Donghwa. Bukannya cemburu, Donghae malah memberi kesempatan untuk mereka.
“Aku lelah berakting terus tanpa hasil begini, pikirkanlah cara lain,” Hyeon Hee berpindah duduk menjauh dari Donghwa.
“DIa justru terlihat mendukung hubungan kita,” Hyeon Hee menatap kosong kea rah televisi.
“Lalu apa maumu?” tanya Donghwa menatap Hyeon Hee serius.
“Entahlah, tapi aku merasa ide ini tidak membuat keadaan membaik”
“AH!” tiba-tiba Donghwa berteriak mengagetkan Hyeon Hee, ia melotot ke arah lelaki yang justru terlihat bersemangat.
“Kita harus bertengkar. Kau dan aku. Karena sebuah masalah memutuskan untuk berpisah. Masalahnya… harus berat. Nanti aku akan meminta bantuan Donghae untuk membujukmu, bagaimana?” Hyeon Hee terlihat setuju dengan ide Donghwa. Ide lelaki itu memang aneh tapi tetap saja bisa masuk ke akal Hyeon Hee.
“Karena kau juga sepertinya setuju, sekarang hal yang harus kita pikirkan adalah masalah apa yang akan kita angkat,” Donghwa memiringkan posisi duduknya menghadap Hyeon Hee.
“Hmm.. perselingkuhan?”
“Ya, tadinya aku juga berpikir begitu. Tapi, terlalu biasa,” Hyeon Hee mengangguk tanda setuju.
“Aku harus tampak brengsek agar masalah ini bisa membuatmu minum banyak”
“Hmm….pe…pemerkosaan?” ujar Hyeon Hee ragu.
“YA! Aku tidak sebrengsek itu! Tapi….idemu boleh juga. Hmmm aku harus membuat Donghae menyelamatkanmu! Tetapi apa harus aku?” Donghwa mulai bingung dengan pendiriannya.
“Daripada aku, lebih baik aku membayar orang untuk melakukan hal itu padamu disaat Donghae bersamamu. Kita keluar bersama, aku akan meninggalkanmu sendirian dan ketika Donghae kembali, dia akan melihatmu sedang diperkosa,” Donghwa mengerutkan keningnya berpikir keras.
“Apa tidak terlalu biasa? Kau harus memilih waktu malam jika ingin melakukannya,” tidak seperti biasanya, Hyeon Hee tidak setuju dengan ide Donghwa.
“Begini saja, kau dan aku berpisah, kau mabuk dan kemari di saat Donghae sendirian. Yah, kau bisa kan mengikuti alurnya”
“Hmmm… kapan? Sebaiknya jangan dekat-dekat ini. Kita terlihat mesra belakangan ini. Jangan terlalu palsu,” Donghwa mengangguk setuju.
“Dua minggu dari sekarang. Besok pagi aku harus ke Busan untuk urusan perkuliahanku. Kau bisa mengarang cerita tentang putusnya hubungan kita. Mulailah melakukan gerak-gerik aneh disini. Selama 10 hari kau akan bersama dengan Donghae berdua disini. Ini kesempatan baik,” senyum Donghwa pada Hyeon Hee. Senyum yang sama dengan senyum yang diberikan Donghae padanya. Hyeon Hee tersenyum datar mengingat senyum itu bukanlah milik Donghae.
***
“YA! Jaga baik-baik Hyeon Hee-ku! Awas saja kalo aku pulang dia melaporkan hal yang tidak-tidak padaku, kau adalah orang pertama yang kucari Lee Donghae!”“Ya hyung, kau tenang sajalah. Semuanya aman di tanganku!”
“Pegang kata-katamu itu ya, bodoh! Aku pergi dulu ya” Donghwa mendadak mengecup dahi Hyeon Hee. Gadis itu membelalakkan matanya namun mencoba tenang. Donghwa tersenyum manis lalu naik ke mobil sedannya. Donghae masuk ke dalam apartemen diikui Hyeon Hee dibelakangnya. Jantung Hyeon Hee berdebar kencang mengingat ia akan naik satu lift dengan Donghae. Ia mencoba mengatur nafasnya agar detak jantungnya tidak terdengar di ruangan kecil itu.
Ting! Dentingan tanda pintu lift terbuka berdenting. Donghae mempersilakan Hyeon Hee untuk masuk dulu. Bukannya tenang, detakan itu terasa lebih kuat lagi. Hyeon Hee menelan ludahnya berkali-kali berharap detakan itu memelankan suaranya. Ruangan itu hening, tak ada canda tawa seperti dulu. Hyeon Hee hanya dapat memandang Donghae dari belakang.
“Hyeon Hee-ssi?” suara Donghae menghamburkan lamunan Hyeon Hee. Pintu lift sudah terbuka kembali.
“Ah, maaf,” Hyeon Hee keluar dari pintu itu lalu kembali berjalan mengikuti arah kaki Donghae. Menunggu lelaki itu menekan password pintu lalu ikut masuk ke ruangan apartemen.
“Hyeon Hee-ssi”
“Ya?”
“Hmm kurasa kau tidak perlu masak untuk makan siangku. Aku akan makan di luar hari ini,” muka Hyeon Hee berubah kecewa. Itu berarti Donghae akan meninggalkannya sendiri di apartemen itu sebentar lagi.
“Ah, begitu? Baiklah. Hmm bagaimana dengan makan malam?” tanya Hyeon Hee seakan-akan basa-basi padahal ia sangat berharap permintaan dari lelaki itu.
“….Mungkin aku akan kembali sore nanti. Jadi, mungkin aku akan makan malam disini”
“Ahhhhhhhh~! Ya, aku mengerti, aku akan memasak kimbap hari ini,” ucap Hyeon Hee tiba-tiba semangat.
“Ya, baiklah. Jika begitu, aku permisi dulu,” pamit Donghae sambil membawa jaketnya keluar ruangan itu. Hyeon Hee langsung memakai celemeknya lalu memulai kesibukannya di dapur. Ia membuat kimbap dengan semangat. Sama dengan semangatnya sewaktu memasak makan malam untuk Donghae dulu. Mereka akan kembali menikmati makan malam berdua sama seperti dulu namun ia tau tidak akan ada kejadian seperti dulu, tidak akan ada suapan makanan dari Donghae, tidak akan ada cheers, dan tidak aka nada tawa lepas lagi.
“Selesai!” Hyeon Hee menatap masakannya puas. Terpampang di depannya makanan yang sebenarnya cocok untuk lima orang. Ia terlalu bersemangat hingga memasak sebanyak ini. Ia sudah tidak sabar menyantap ini semua dengan Donghae. Sambil bersenandung, dia menata meja makan.
“Aku pulang,” tiba-tiba sebuah suara terdengar. Donghae sudah pulang, Hyeon Hee segera melepas celemeknya dan membenarkan poni-nya yang sudah berantakan.
“Sudah pulang? Kebetulan sekali aku baru saja selesai memasak. Makanlah selagi hangat”
“Hmm harum sekali. Kau yakin ini akan habis malam ini?” tanya Donghae heran melihat begitu banyak hidangan diatas meja.
“Ah, maaf aku terlalu bersemangat hingga lupa kalau hanya ada kau dan aku disini”
“Kau bahkan menyediakan wine?”
“Hahahaha” Hyeon Hee hanya tertawa renyah.
Mereka makan dengan hening. Hyeon Hee tidak berani menatap Donghae. Ia hanya menatap mangkuk dan sumpit di hadapannya. Di ruangan itu hanya terdengar suara-suara kunyahan dan suara gesekan peralatan makanan mereka.
“Ayo minum!” seru Donghae tiba-tiba menuangkan wine ke gelas di depan Hyeon Hee.
“AH! Cukup cukup,” tahan Hyeon Hee melihat gelas dihadapannya hampir penuh berisi cairan merah itu.
“Kambae!” seru mereka bersamaan, lalu meneguk segelas wine itu hingga tuntas.
“Whoa, kau peminum yang hebat juga,” puji Donghae menuangkan lagi botol wine ke gelas Hyeon Hee.
Mereka terus minum hingga tak terasa 2 botol wine yang dibeli Hyeon Hee habis seketika.
“Donghae-ah~” Hyeon Hee memanggil lelaki dihadapannya itu tiba-tiba dengan banmal. Donghae yang belum mabuk terlihat kaget, Hyeon Hee terlihat mulai kehilangan akal sehatnya, pipinya bersemu merah.
“Ne, Hyeon Hee-ssi?”
“Ya, kau….kau benar-benar melupakan aku? Semuanya?”
“Eung? Apa maksudmu?”
“Huft, ternyata kau masih lupa ya, sudahlah lupakan, ayo minum lagi. Kita bersenang-senang mala mini!” ucap Hyeon Hee meneguk wine-nya lagi.
“Ne,” Donghae juga menuangkan wine-nya lagi.
“Hm, ini terlihat aneh. Semakin minum, aku semakin merasa bodoh. Untuk apa aku menunggu orang yang sama sekali tidak…aish,” gumam Hyeon Hee.
“Hyeon Hee-ssi, apa hyung melakukan sesuatu terhadapmu?”
“Bukan dia,” Hyeon Hee meminum wine-nya lagi.
“Lalu?”
“KAU, kau Lee Donghae. Kau yang membuatku begini. Kau yang memulainya dan sekarang kau ingin mengakhirinya seperti ini? Begini? Setelah semua yang aku lakukan, semuanya Donghae, semuanya telah kurelakan pergi demi kau. Aish, rasanya tidak ada gunanya aku mengomel di depanmu, kau saja tidak mengerti apa yang sudah terjadi pada kita sejauh ini, kan?”
“Hyeon Hee-ssi……. kau terlalu mabuk,” ucap Donghae menghalangi niat Hyeon Hee untuk meneguk cairan merah itu lagi.
“Tidak, justru semakin aku minum, aku semakin sadar semua yang kulakukan adalah kebodohan, Lee Donghae,” Hyeon Hee memaksa mengambil gelas dari tangan Donghae.
“Ayo minum lagi. Kambae!! Hahaha,” Hyeon Hee mengajukan gelas ke Donghae meminta adanya balasan. Donghae terdiam tidak mengerti.
“Hem, bahkan untuk ini saja kau sudah tidak mau, huh?”
“Hyeon Hee-ssi, aku sama sekali tidak mengerti apa maksud semuanya”
“Ya, karena itu. Karena ketidakmengertian itulah Lee Donghae aku benci padamu. Walaupun sebenarnya bukanlah salahmu menjadi seperti ini. Semuanya karena aku, kenapa saat itu, hari itu, aku bisa dengan bodohnya jatuh ke dalam perangkap manusia. Jika saja hari itu tidak terjadi, aku pasti bahagia sekarang berada disana,” Hyeon Hee menunjuk keluar jendela sambil tersenyum miris.
“Ki…kita pernah bertemu sebelumnya?”
“Tentu. Bukan hanya bertemu. Kau, Aku. Kita adalah pasangan kekasih dan aku bukanlah manusia, ingat bodoh?”
“A…apa?”
“Kau lupa bagaimana saat itu, kau begitu memuja-muja kehidupan di bumi, kau begitu semangat mengenalkanku pada semua yang ada di bumi. Ini sudah bulan ke-6 aku di bumi. Satu setengah tahun lagi, aku akan musnah,” Hyeon Hee meminum wine-nya lagi.
“Ini….ini bercanda, kan?”
“Terserah mau kau anggap apa. Malam itu, kau dan temanmu Eunhyuk. Ingat? Yah pastinya kau ingat karena satu-satunya orang yang kau lupakan hanyalah aku. Kalian berdua menemukanku dan…huft mengingat kembali semua itu membuatku ingin menangis,” mata Hyeon Hee berkaca-kaca.
“Yah, setelah itu, kau mengenalkanku dengan ibumu, dan mengajakku tinggal bersama,kau bahkan menceritakan padaku bahwa kau akan menamai anakmu Hae Yang. Ingat? Dan kau terperangkap Lee Donghae. Kita. Kita terperangkap dalam kekuatan wanita tua itu. Dia membuatmu melupakanku, melupakan segalanya. Membuatku tidak berdaya, menyerah, dan kembali ke sana,” sekali lagi Hyeon Hee menunjuk kea rah luar jendela.
“Hae…Yang… bagaimana kau bisa mengetahui mengenai itu?”
“Kau yang menceritakan semuanya padaku, bodoh.”
Hyeon Hee terus menggumam dan menggumam menceritakan segalanya. Donghae juga terus mendengarkan sambil meminum wine.
***
Pagi hari…Tempat tidur terlihat berantakan. Pakaian yang mereka pakai semalam berserakan di lantai, dua orang itu terlihat terlelap dalam tidurnya.
“Eunggh,” Hyeon Hee menggeliatkan tubuhnya yang terbalut selimut. Kepalanya pusing, ia mencoba membuka matanya tetapi cahaya matahari yang masuk terlalu menyilaukan matanya, ia mengalihkan pandangannya ke spot yang lebih gelap. Ia merasakan hal yang aneh. Dan…ternyata, ia tidur tanpa busana.
“ARGGHHH!!!” Hyeon Hee kaget melihat Donghae, lelaki itu disebelahnya, tidur sambil memeluknya dan kini lelaki itu juga kaget dan terbangun.
“Apa….apa yang telah kau lakukan!!!”
“Aku…”
“YA! Lee Donghae!!!” Hyeon Hee menampar Donghae. Ia berlari sambil membalut badannya dengan selimut lalu menuju kamar mandi.
“Hyeon Hee-ssi…Aku rasa kita…kita terlalu mabuk semalam…hingga…” Donghae juga terlihat bingung lalu memakai pakaiannya lalu menuju ke depan pintu kamar mandi.
“Hyeon Hee-ssi, maaf…”
“Lee Donghae, mengapa kau terus menyakitiku? Mengapa? Apa ini adalah keahlianmu? Menyakiti Lee Hyeon Hee???”
“Hyeon Hee-ssi…”
“Kau mendengar semua yang aku ceritakan semalam, kan? Apa karena merasa kasihan padaku, lalu kau melakukan ini semua? Kau pikir dengan melakukan ini, aku akan…” Hyeon Hee terisak.
“Aku..aku akan bertanggung jawab”
“Ya, tanggung jawab. Kau akan menikahiku, kan? Aku tidak membutuhkannya Lee Donghae. Toh, pada akhirnya aku akan musnah. Musnah tak bersisa, tidak ada gunanya menikahiku. Wanita yang sama sekali tidak kau kenal sekarang”
“Lalu…apa yang kau inginkan?”
“Tinggalkan aku sendiri sekarang. Aku butuh waktu, aku juga tidak tahu apa yang harus kau dan aku lakukan sekarang ini. Semuanya sudah terjadi. Pergilah, aku tahu ini rumahmu tapi izinkan aku menenangkan segalanya dan kembali saat kau juga sudah merasa tenang,” isak Hyeon Hee.
“Baiklah,”
Hyeon Hee membersihkan dirinya, ia merenung, merenung dan merenung. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan tempat ini, ia akan hidup sendiri, menyewa hostel murah, dan mencari pekerjaan. Ia masih belum mau kembali ke kerajaan, dia pasti akan menerima banyak tekanan setibanya kembali kesana. Ia akan menenangkan dirinya, dan suatu saat nanti dia akan kembali ke kerajaan dengan perasaan yang lebih baik.
***
Sebulan kemudian…“Yobuseyo,” jawab Donghae.
“…………….”
“Yobuseyo, siapa disana? Apa kau bisa mendengarku?”
“Lee Donghae….”
“Ya, siapa ini?”
“Aku…..aku hamil”
“……….Hyeon Hee-ssi?”
“Apa…..apa…APA YANG HARUS KULAKUKAN BODOH?!”
“Kau dimana?”
“Baik, aku segera kesana” Donghae mematikan ponselnya, keluar menuju tempat parkir dan menjalankan mobilnya menuju tempat yang disebutkan Hyeon Hee.
“Hyeon Hee-ssi, sudah kukatakan dari awal aku akan bertanggungjawab,” Dua orang yang pernah saling mencintai itu duduk berhadap-hadapan di ruang tamu hostel milik Hyeon Hee.
“Aku…aku sudah memikirkannya,” Hyeon Hee masih terisak.
“Apa?”
“Kau tidak perlu menikahiku…”
“LEE HYEON HEE, APA MAKSUDMU?”
“DENGARKAN AKU BODOH! AKU TIDAK INGIN KAU BERAKHIR DENGAN TRAGIS! AKU, AKU LEE HYEON HEE AKAN MELAHIRKAN ANAK INI DAN AKAN MENINGGALKANNYA DENGANMU. AKU AKAN KEMBALI KE KERAJAAN LANGIT!!!” Hyeon Hee semakin terisak.
“APA? KAU AKAN MELEPASKAN INI BEGITU SAJA KEPADAKU?”
“JIKA TIDAK BEGINI, AKU AKAN MUSNAH LEE DONGHAE, AKU TIDAK AKAN BISA MELIHAT ANAKKU TUMBUH, KAU JUGA AKAN BERAKHIR MENJADI DUDA, KAU AKAN KUTINGGALKAN TANPA JEJAK. BAHKAN TULANGPUN TIDAK AKAN KUTINGGALKAN. AKU TIDAK MAU ITU SEMUA TERJADI”
“Lee Hyeon Hee, kau kira aku akan percaya dengan hal-hal aneh yang kau ceritakan? Sejak awal sudah aku pikirkan kau hanya menjebakku malam itu. Sekarang, semuanya berjalan sesuai dengan rencanamu, huh?” Hyeon Hee membelalakkan matanya. Beraninya lelaki ini mengatakan hal seperti itu.
“Sepertinya amnesia membuat otakmu berpikir terlalu pendek, Lee Donghae-ssi… Aku, Aku melakukan semua ini demi kau. Baiklah, pergi saja, aku bisa mengurus ini sendiri. Sudah kuduga, sejak awal sebaiknya aku tidak meneleponmu. Terimakasih,” Hyeon Hee membuka pintu.
“Baik, lagipula bukankah kau seorang peri? Kau akan bisa lebih baik mengurus anak,kan? Dengan mantra-mantramu,” Donghae mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Hyeon Hee lemas, ia mengeluarkan ponselnya, mencari kontak dan menatap nama di layar ponselnya.
“Ne, Lee Donghwa-ssi, apa kau punya waktu?”
***
“Ya, malam itu. Semuanya terjadi, aku dan adikmu,”
“Lalu, apa rencanamu?”
“Aku akan berada disini sampai anak ini lahir, setelah itu, bisakah aku meminta tolong padamu untuk memberikan ini kepada Donghae, karena aku yakin tepat saat aku kembali ke kerajaan langit, ingatan adikmu itu akan kembali pula. Ingatannya tentang aku,” Hyeon Hee mencoba tersenyum.
“Dan kau akan kembali?”
“Ya sebab, jika aku tidak kembali, aku akan musnah. Aku tidak akan berkesempatan melihat anak ini tumbuh, lebih baik aku kembali ke sana dan aku akan berusaha mengunjungi mereka” Hyeon Hee melihat perutnya.
“Aku akan menghubungimu begitu anak ini lahir, Lee Donghwa-ssi,”
“Baiklah, aku akan membantumu. Bagaimanapun dia adalah keponakanku. Ya,kan?” Donghwa menatap Hyeon Hee sambil tersenyum kecil.
“Terimakasih, Lee Donghwa-ssi,” tiba-tiba saja Donghwa memeluk Hyeon Hee.
“Hyeon Hee ah, menangislah. Aku tahu ini sakit”
“………..Hiks,” Hyeon Hee menangis keras di pelukan Donghwa, ia mengeluarkan segalanya, segala yang tadi dia pendam.
Tak terasa, kelahiran anak Hyeon Hee sudah dekat. Hyeon Hee mengurus kehamilannya sendiri, kadang-kadang Donghwa datang melihatnya, membawakan perlengkapan ibu hamil yang katanya titipan dari Donghae. Kadang Donghwa datang bersama ibunya. Ibunya sudah tahu segalanya dan berjanji akan menuruti apapun rencana Hyeon Hee. Donghae, lelaki itu tidak pernah datang lagi sejak hari itu, hari dimana Hyeon Hee mengatakan bahwa ia hamil.
“Akhh,” Hyeon Hee merasakan kontraksi di perutnya.
“Hyeon Hee ah,” ibu Donghae yang kebetulan sedang menjenguk Hyeon Hee segera menghampiri menantunya itu.
“Akhhh, sakit,” Hyeon Hee terus meraba perutnya.
“DONGHWA YA!!! CEPAT PANGGIL AMBULANS!!” teriak ibu Donghae memanggil anak sulungnya itu.
“BAIKLAH!” Donghwa segera mengeluarkan ponselnya begitu melihat situasi yang terjadi.
***
Ruang Tunggu“Ya, bodoh. Kau baru datang, siapa ayah yang sebenarnya?” Donghwa menempeleng kepala Donghae yang baru saja datang.
“Bagaimana keadaannya?”
“Entahlah, tidak ada tanda-tanda sampai sekarang,”
“Apa Hyeon Hee-ssi baik-baik saja?”
“Kemana saja kau selama ini?”
“Sudahlah, hyung. Yang penting aku sudah disini sekarang kan?”
“Ah, memang benar apa yang dikatakan Hyeon Hee. Kau memang berkepribadian ganda,” Donghwa menempeleng adiknya itu lagi.
“Maaf,” tiba-tiba seorang suster keluar dari ruangan persalinan.
“YA?” jawab Donghwa, Donghae dan ibunya bersamaan.
“SIapa diantara kalian yang merupakan suami Nyonya Lee Hyeon Hee?”
“Hmm, saya,” ujar Donghae lantang.
“Selamat, putri Anda lahir dengan sangat sehat”
“Ah, benarkah? Syukurlah! Terimakasih suster. Tapi bagaimana keadaan ibunya?”
“Sama, keduanya sehat”
“Terimakasih, sus!”
“Ya, silahkan urus administrasinya di lobby,” suster itu pergi sambil tersenyum.
“Hyung! Aku telah menjadi seorang Ayah!”
“Iya, iya bodoh. Sudah, masuklah ke dalam,” Donghwa mendorong Donghae.
Donghae masuk ke dalam ruangan itu. Hyeon Hee terlihat terbaring sambil menggendong anak bayi.
“Lee Hyeon Hee-ssi”
“Kau rupanya, ku kira kau tidak akan datang,” Hyeon Hee tetap memandang anaknya tanpa melihat kea rah Donghae.
“Maaf…”
“Ya, sudah kumaafkan,” ucap Hyeon Hee.
“Boleh aku, menggendongnya?” Hyeon Hee menatapnya galak.
“Lihat saja dari sana, aku ingin bersamanya sampai nanti aku akan pergi meninggalkannya,” Hyeon Hee kembali memandang putrinya.
“Ba..baiklah,” Donghae masih menganggap Hyeon Hee bercanda masalah peri-perian dan masalah kerajaan langit itu.
“Aku akan memberinya nama Lee Hae Yang. Jangan menganggu keputusanku,” ucap Hyeon Hee masih galak.
“Hehehe”
“Dan jaga dia baik-baik. Kau akan mengerti maksud ucapanku ini nanti,” ucap Hyeon Hee lagi sambil memberi anaknya ASI.
“Dan, ini adalah pertemuan kita yang terakhir. Aku akan pergi besok. Datanglah untuk menjemput Haeyang besok. Dan aku ingin Haeyang meminum ASI. Aku tidak mau kau membelikannya susu sapi atau semacamnya. Aku tidak ingin anakku menjadi anak sapi. Aku akan menyedot ASI-ku dan menitipkannya kepada suster. Dan aku juga akan memesan ASI dari rumah sakit ini. JADI KAU PASTIKAN ANAKKU INI HIDUP DENGAN BAIK SESUAI DENGAN APA YANG KUPESANKAN! AW!”
“Hyeon Hee-ssi kau tidak apa?”
“MENJAUH!” Donghae mundur.
“Pergilah, biarkan ibumu dan Donghwa masuk,” tatap Hyeon Hee galak.
“Hyeon Hee ah” ibu Donghae masuk tidak berapa lama sejak Donghae keluar.
“Ahjumma, ini cucumu,” ucap Hyeon Hee sangat berbeda dengan apa yang ia lakukan terhadap Donghae.
“Besok, aku akan segera meninggalkan semuanya. Aku akan menulis surat kepada si bodoh itu saat dia ingat semuanya,” Ibu Donghae mengusap kepala Hyeon Hee.
“Hyeon Hee ah, terimakasih. Terimakasih sudah berkorban demi anakku itu,” mata ibu Donghae terlihat berkaca-kaca.
“Aku yang harusnya berterimakasih, ahjumma. Terimakasih sudah mau menerima anak ini, aku dan segala permintaanku. Aku juga mau minta maaf karena semua yang sudah kulakukan, aku terlihat melepas tanggung jawab tapi, aku benar-benar tidak punya pilihan”
“Ya, aku mengerti. Aku mengerti segalanya Hyeon Hee-ah. Jagalah dirimu baik-baik disana. Lindungi langit kita ya,” Ibu Donghae memeluk Hyeon Hee dan Haeyang erat.
***
“Hae Yang ah, kau belum tidur ?” Donghae melihat anak perempuannya masih membuka matanya yang indah.“Ne. aku tidak bisa tidur, bacakan aku sebuah cerita !” kata gadis mungil itu saat Donghae duduk disebelahnya.
“Hmm, baiklah. Tapi sehabis appa membacanya kau harus tidur ya.” Senyum lebar terpancar dari bibir dengan hiasan kumis tipis.
“Ya, aku mau cerita tentang o-ma.” Hening, senyum Donghae seketika berubah.
“Haruskah cerita o-ma ? Bagaimana dengan Cinderella atau sesuatu yang lucu. Appa janji pasti kali ini tidak akan membuatmu kecewa.”
“Andwae, aku mau cerita tentang o-ma !”
“Hae Yang kangen pada o-ma, ya ? Appa juga.” Donghae melihat kea rah luar jendela.
“Appa, o-ma dimana ? kenapa tidak pernah kembali ?”
“O-ma di sana, dia sedang mengawasi kita. Mungkin dia akan lama kembali.” Donghae menunjuk langit hitam dengan bintang-bintang kecil.
“Mengapa lama ? Aku tidak mengerti, apa disana begitu menyenangkan ? Di sana ada banyak permen dan coklat, ya ? O-ma tidak boleh lama-lama di sana. Nanti giginya sakit.” Donghae menitikkan air matanya karena kepolosan gadis kecil buah pernikahannya dengan Hyeon Hee.
Setelah Haeyang tertidur, Donghae menuju ke kamar tidurnya, ia membuka sebuah time capsule yang nantinya akan dia berikan kepada Haeyang saat putrinya itu berumur 18 tahun nanti. Banyak barang-barang kesukaan Haeyang disana. Mainan hingga tali pusarnya ada disana. Donghae mengambil amplop kecil berwarna biru. Terlihat kusam.
Untuk Lee Haeyang, putriku…
Haeyang-ie anyeong^^
Kau pasti kaget ya ayahmu yang bodoh itu tiba-tiba memberikanmu ini di hari ulang tahunmu yang ke-18? Jangan-jangan kau berharap ini isinya kunci mobil atau voucher operasi plastik di gangnam? Tidak Haeyang ah, ini…………ini aku, hmmm bagaimana mengatakannya ya. Aku adalah ibumu…
Yah, aku adalah ibumu. Namaku Lee Hyeon Hee. Maafkan ibu, tidak bisa menjagamu sampai saat ini. (berterimakasihlah kepada ayahmu yang bodoh itu karena berhasil mambawamu sampai ke usia ini) Kau pasti tidak ingat ya, dulu ibu yang menggendongmu di hari pertama kau berada di dunia…
Haeyang-ah, apa kau sudah mempunyai kekasih? Aku sangat penasaran bagaimana rupamu sekarang ini, terlihat seperti aku atau ayah? Jangan sampai kau terlihat seperti Ayahmu itu. Kau tidak bodoh seperti dia kan, sayang?
Oh ya, ibu menyelipkan foto selca terbaikku di surat ini. Hahaha. Apakah selca masih menjadi tren? Kau bisa simpan itu^^
Cantikkan? Tidak heran kalau kau punya kecantikan seperti sekarang, itu semua karena ibu, nak. Hahaha… apalagi kau bukanlah anak dari manusia. Eh, jangan takut dulu. Ibu bukan alien. Aku adalah peri dari kerajaan langit. Jadi, setiap Haeyang melihat langit, pasti ada ibu disana. Jadi, kalau Haeyang merindukan ibu, lihatlah langit! Kkkkkkkk…
Haeyang-ah, sudah ya. Ibu harus pergi. Saranghae~chuuu
Aku merindukanmu,
-Ibu Perimu Lee Hyeon Hee-
Untuk Lee Donghae Bodoh,
Hei bodoh, kau sudah mengingatku sekarang? Masih berpikir bahwa aku merencanakan semuanya? Jelas-jelas kau yang tidak bisa menahan hasratmu padaku malam itu, Cih malah menuduhku menjerumuskanmu. Kau memang idiot.
Maaf, aku tidak bisa menjaga Haeyang denganmu. Kau harus berjuang sendiri sama seperti aku waktu itu. Berjuang sendiri membawanya di dalam perutku selama 9 bulan. Kau kira mudah, huh? Dan maaf aku pergi begitu saja, tanpa memberikan informasi apapun. Sebab aku takut kalau ada kau, ahjumma dan Haeyang aku tidak akan sanggup meninggalkan bumi dan pergi ke kerajaan.
Bagaimana? Kau senang aku menamakan putriku dengan nama yang kau inginkan? Hari itu di Rumah Sakit, aku sangat senang kau yang pertama melihatku. Maaf aku sedikit galak, karena aku pikir kau perlu diberi pelajaran hahaha…
Terimakasih telah memperkenalkanku pada bumi, pada manusia, aku tahu tidak semua manusia jahat. Sampaikan salamku untuk ibumu dan Donghwa.
Aku akan berusaha mengunjungi kalian, suatu hari nanti. Percayalah. Aku pasti akan sangat merindukan kalian. Aku penasaran apakah Haeyang akan mirip denganku? Semoga saja denganku. Hahaha
Anggap saja aku sedang tertawa. Tertawa sampai tidak tahu bagaimana caranya menangis. Hahahahaha…
Selamat tinggal bodoh,
-Peri Cantik Lee Hyeon Hee-
“Ya, Lee Hyeon Hee, kau harus melupakan bagaimana caranya menangis,” Donghae tersenyum miris lalu menutup time capsule yang hampir setiap hari dibukanya itu…
-THE END-
Thanks for reading~!
No comments:
Post a Comment