Thursday, June 14, 2012

Earth and Sky Part 5

Yejin keluar dari taksi bersama Hyeon Hee lalu berlari menuju ke arah meja resepsionis.
                “Aku butuh kamar pasien Lee Donghae!” seru Yejin tergesa-gesa.
                “Kamar 1305.” Kata suster itu sesaat setelah mengetikkan sesuatu di komputernya. Hyeon Hee ikut berlari di belakang Yejin. Tak lama, terlihat sosok ibu Donghae duduk menunduk.
                “Ahjumma! Bagaimana keadaan Hae? Apa yang sebenarnya terjadi?” Yejin panik.
                “Dokter bilang, Hae hanya terlalu lelah bekerja sehingga berhalusinasi, tapi sekarang, dia sudah membaik. Ntahlah, aku hanya menerima telepon yang mengatakan dia tiba-tiba jatuh pingsan sesaat setelah berbicara sendiri.” Glek! Hyeon Hee tampak mengetahui sesuatu dari cerita ibu Donghae. Mungkinkah ini ulah kepala peri?
                “Eh, Hyeon Hee ssi. Kau juga datang? Bagaimana mungkin kalian datang bersama?”
                “Mm?” Hyeon Hee kaget mendengar namanya disebut.
                “Apa kalian saling mengenal?”
                “Ah, tidak ahjumma. Kami hanya bertemu di apartemen Hae tadi.” Jawab Yejin singkat. Ia bahkan memanggil Donghae dengan panggilan Hae.
                “Ahjumma, bisakah aku masuk melihat keadaan Donghae?” Tanya Hyeon Hee tiba-tiba.
                “Masuklah, tapi jangan terlalu berisik. Dia sedang tidur.”
                “Aku juga mau masuk!”serobot Yejin memotong jalan Hyeon Hee. Saat masuk, Donghae memang sedang tidur, dia terlihat lelah.
                “Hae…” bisik Yejin tiba-tiba.
                “Bisakah kau tidak mengganggunya? Dia butuh istirahat!” Hyeon Hee mengernyitkan dahinya. Yejin tidak memperdulikannya, ia terus berbisik hingga mata Donghae terbuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.
                “Yejinnie? Kapan kembali?” Donghae sama sekali tidak menggubris Hyeon Hee.
                “Baru saja, tapi kau malah begini menyambutku!”
                “Kau membawa teman? Siapa dia?” Tanya Donghae masih dengan nada lemah. DEG! Hyeon Hee kaget, ia menutup mulutnya, matanya mulai memerah.
                “Kau tak mengenalnya? Dia bilang, kau adalah kekasihnya.” Yejin memamerkan senyum kemenangannya.
                “Kekasih? Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya.” Donghae mengernyitkan dahinya.
                “Benarkah? Apakah mungkin ia menipumu? Dia bahkan menangis.”
                “Secepat ini?” suara Hyeon Hee bergetar.
                “Maaf, tapi aku rasa kau salah orang.” Tambah Donghae masih dengan muka bingung.
Hyeon Hee tak tahan lagi, ia keluar sambil menahan air matanya. Di luar, ia bertemu dengan ibu Donghae yang bingung dengan membawa dua gelas kopi di tangannya. Hyeon Hee bahkan tidak mengucapkan apa-apa, ia terus berlari keluar rumah sakit, lalu duduk disalah satu kursi taman rumah sakit. Ternyata pertemuan yang cepat memang akan berakhir dengan akhir yang cepat pula. Ada rasa menyesal, menyesal mengapa pernah jatuh cinta dengan makhluk bumi. Memang benar mitos di kerajaan langit, tidak baik mempunyai hubungan dengan makhluk bumi, mereka hanya dapat membuat penderitaan.

 ***
Tik Tik, dua titik air hujan mulai turun ke baju Hyeon Hee, bukan bajunya. Baju pemberian Donghae. Ingin rasanya ia lepas baju itu dari tubuhnya. Hyeon Hee membiarkan dirinya dibasahi air hujan disaat orang-orang sekitarnya memilih untuk mencari tempat teduh. Air matanya terus mengalir dan ia juga terus mengusapnya.
                “Nona, apa kau baik-baik saja? Tidak berteduh?” seseorang memegang pundak Hyeon Hee.
                “Tidak.” Hyeon Hee sama sekali tidak menatap orang yang memanggilnya itu.
                “Tapi kau akan sakit jika terus basah kuyup begini.” Lanjutnya.
Hyeon Hee diam, ini bukan saatnya untuk berargumen dengan orang itu. Ia hanya diam dan melanjutkan tangisannya hingga akhirnya sebuah cahaya terang menyorotinya.
                “Bagaimana, Lee Hyeon Hee? Makhluk bumi baru kita. Apa yang sekarang kau rasakan?” sudah dapat diduga, mereka adalah gerombolan utusan kepala peri.
                “Apa mau kalian? Jadi, kalian yang membuat Donghae begini? Sudah kuduga kelicikan kalian. Apa lagi yang kalian harapkan dariku? Aku sudah cukup menderita dengan konsekuensi. Tidak ada gunanya, pada akhirnya aku juga akan musnah. Tolonglah, berhenti menggangguku.”
                “Kami kemari untuk memberimu kabar baik, Lee Hyeon Hee. Kepala peri memutuskan untuk mengutusmu kembali menjadi peri kerajaan langit. Kepala peri akan memberimu waktu untuk memikirkannya. Ini adalah lonceng pemanggil, saat kau merasa cukup siap untuk kembali, bunyikanlah sebanyak tiga kali maka kerajaan langit akan menerimamu. Kutekankan sekali lagi, lelaki bumi itu tidak akan pernah mengingatmu lagi. Rasanya percuma saja jika ingin bertahan.” Salah seorang diantara mereka memberikan lonceng pada Hyeon Hee.
                “Jangan kira aku tidak mengetahui akal bulus kalian. Kalian kira dengan membuat Donghae lupa tentang aku, maka aku akan menyerah? Jangan bermimpi” Hyeon Hee tidak mengambil lonceng itu tetapi para gerombolan utusan peri.
                “Biarkan aku kembali.” Tegas Hyeon Hee.
                “Hyeon Hee ssi?” suara lembut terdengar di telinga Hyeon Hee. Ia membuka matanya, dilihatnya ibu Donghae tersenyum.
                “Aku sudah tahu semuanya. Dia melupakanmu?” Hyeon Hee mengangguk lemah. Ibu Donghae memeluk Hyeon Hee, air mata itu kembali mengalir.
                “Aku takut dia melupakanku selamanya…” ucap Hyeonhee serak dan mendekap wanita tua itu erat.
                “Tidak akan, percayalah padaku. Anak bodoh itu akan segera sembuh dan kembali seperti semula”
                “Ahjumma, terima kasih,” Ibu Donghae mengusap air mata Hyeon Hee dan tersenyum.
                “O-ma! Gadis itu sudah sadar?” seorang lelaki masuk dan sedikit kaget melihat Hyeon Hee sudah siuman.
                “OH! Ibu mengenalnya?” Lelaki itu mendekat, mukanya sangat mirip dengan Donghae.
                “Anyeonghasseyo!” sapa Hyeon Hee tersenyum.
                “Ne. Anyeonghasseyo~”
                “Ini adalah Donghwa, kakak Donghae.”
                “Eng? Aku tidak pernah dengar kalau Donghae punya kakak.”
                “Anak itu tidak pernah mengatakannya padamu? Mungkin dia takut kau jatuh cinta pada Donghwa,” canda Ibu Donghae sambil memukul Hyeon Hee kecil.
                “Kau, kekasih Donghae? Whoaa bocah itu semakin hebat! Oh ya, kenalkan aku Donghwa,” lelaki itu mengulurkan tangannya kea rah Hyeon Hee.
                “Aku Hyeon Hee, Lee Hyeon Hee,”  sekejap, hati Hyeon Hee berdegup. Lelaki itu sangat mirip dengan Donghae, terutama senyumnya.
                “Kemarin kau bertengkar dengan adikku ya? Sampai menangis di tengah hujan begitu,”
                “Eh?” Hyeon Hee masih bingung apa yang dimaksud Donghwa.
                “Lupa? Kemarin, aku yang memanggilmu,” mendengar itu, Hyeon Hee mengernyitkan dahi.
                “Lupakanlah, tidak terlalu penting,” Donghwa mengambil buah apel di meja Hyeon Hee lalu menggigitnya.
                “Sudah lama berhubungan dengan si bodoh itu?” tanya Donghwa duduk di sebelah tempat tidur Hyeon Hee.
                “Ya! Untuk apa kau tau itu?” ibunya memukul kepala Donghwa.
                “Hubungan kami baru berjalan beberapa hari…” jawab Hyeon Hee tiba-tiba membuat ibu-anak itu kaget.
                “APA? Whoaa daebak! Jadi kalian masih pasangan baru~” Donghwa menggigit apelnya lagi.
                “Ahjumma, boleh tidak aku melihat Donghae,” tanya Hyeon Hee mengabaikan keterkejutan Donghwa.
                “Hmm, kau yakin?”
                “Ne. Gwaenchana. Aku bisa mengatur emosiku,” Hyeon  Hee tersenyum.
                “Loh, memangnya kenapa sampai harus mengatur emosi?”
                “Sudahlah, jangan terus bertanya. Cepat bantu aku membawa Hyeon Hee”
Dengan dibantu Donghwa dan ibunya, Hyeon Hee berjalan menuju kamar rawat Donghae.
                “Hyung! Kapan kau datang?” Donghae tampak kaget melihat kedatangan saudaranya itu.
                “Ya! Aku datang karena kau, bodoh!”
                “Ah, tidak mungkin. Eh, kau datang membawa kekasihmu?” Donghae menunjuk Hyeon Hee. Hyeon Hee mencoba tenang, tidak emosional seperti kemarin.
                “Ya! Tidak usah berpura-pura, jelas-jelas dia kekasihmu. Masih tidak mau mengaku!”
                “Eh? Kekasih apanya? Aku bahkan tak mengenalnya. Sudahlah hyung, jangan bercanda lagi. Akui saja. Lagipula cantik begitu kok. Kasian dia, malah tidak kau akui,” tawa Donghae
                “Lee Donghae, kau benar-benar tidak tahu siapa aku?” tawa Donghae terhenti seketika, Hyeon Hee menatapnya tajam.
                “Tidak,” jawab Donghae menghindari kontak mata dengan Hyeon Hee.
                “Baiklah, anggap saja lelaki ini sebagai kekasihku,” Donghwa terbelalak.
                “Hey, apakah kau sudah gila? Aku bahkan baru bertemu denganmu kemarin!”
                “Aku tidak mengerti apa yang sedang kalian bicarakan, hyung sebenarnya siapa wanita ini?” Donghae tampak bingung dan tidak mengerti.
                “Entahlah, tetapi satu-satunya orang yang mengenalnya adalah O-ma. Dan aku mengenalnya sebagai kekasihmu tadi pagi, bodoh!”
                “Apa yang sedang kau katakan, hyung! Aku bahkan baru melihatnya beberapa hari ini, jangan membohongiku! Ini bukan April Mop kan?”
                “Hae!” suara wanita terdengar seiring dengan derit pintu kamar rawat.
                “Yejinnie!!”
                “Bagaimana keadaanmu? Aku membawakan beberapa buah-buahan untukmu! Aku kupaskan ya!” Mereka berdua tampak begitu bahagia hingga tidak memperdulikan Hyeon Hee dan yang lainnya.
Ibu Donghae merangkul Hyeon Hee lalu mengajaknya keluar kamar itu. Mata Hyeon Hee sudah memerah, tetapi ia masih mencoba menahannya.
                “O-ma! Sebenarnya apa yang terjadi? Tolong ceritakan padaku!” Donghwa tampak lelah dengan kerumitan masalah ini.
                “Ahjumma, aku rasa sudah saatnya aku menceritakan semuanya kepada kalian….”

***
                “APA?? HAHAHAHAHAHAHAAHA” Donghwa tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukul meja kafetaria.
                “Terserah mau percaya atau tidak. Hal ini hanya diketahui oleh aku dan Donghae. Semua cerita yang tadi kusampaikan adalah benar. Aku tidak membual atau apalah…”
                “Hyeon Hee-ah… ahjumma rasa kau butuh istirahat untuk menenangkan batinmu,” ibu Donghae mengusap rambut Hyeon Hee lembut.
                “Ahjumma…..ahjumma tidak percaya padaku?”
                “Entahlah, aku bingung.”
                “Ya, Lee Hyeon Hee. Kalau mau mengarang cerita, ada baiknya sedikit masuk akal,” Donghwa masih tersenyum lucu.
                “Terserah,” Hyeon Hee meninggalkan meja kafetaria itu, dia berlari keluar dan memanggil taksi. Ia melihat lonceng pemanggil yang tersangkut di bajunya. Haruskah dia kembali ke khayangan dan melupakan segalanya?



To Be Continued
Thanks for reading!

No comments:

Post a Comment