“Aku butuh kamar pasien Lee
Donghae!” seru Yejin tergesa-gesa.
“Kamar 1305.” Kata suster itu
sesaat setelah mengetikkan sesuatu di komputernya. Hyeon Hee ikut berlari di
belakang Yejin. Tak lama, terlihat sosok ibu Donghae duduk menunduk.
“Ahjumma! Bagaimana keadaan Hae?
Apa yang sebenarnya terjadi?” Yejin panik.
“Dokter bilang, Hae hanya
terlalu lelah bekerja sehingga berhalusinasi, tapi sekarang, dia sudah membaik.
Ntahlah, aku hanya menerima telepon yang mengatakan dia tiba-tiba jatuh pingsan
sesaat setelah berbicara sendiri.” Glek! Hyeon Hee tampak mengetahui sesuatu
dari cerita ibu Donghae. Mungkinkah ini ulah kepala peri?
“Eh, Hyeon Hee ssi. Kau juga
datang? Bagaimana mungkin kalian datang bersama?”
“Mm?” Hyeon Hee kaget mendengar
namanya disebut.
“Apa kalian saling mengenal?”
“Ah, tidak ahjumma. Kami hanya
bertemu di apartemen Hae tadi.” Jawab Yejin singkat. Ia bahkan memanggil
Donghae dengan panggilan Hae.
“Ahjumma, bisakah aku masuk
melihat keadaan Donghae?” Tanya Hyeon Hee tiba-tiba.
“Masuklah, tapi jangan terlalu
berisik. Dia sedang tidur.”
“Aku juga mau masuk!”serobot
Yejin memotong jalan Hyeon Hee. Saat masuk, Donghae memang sedang tidur, dia terlihat
lelah.
“Hae…” bisik Yejin tiba-tiba.
“Bisakah kau tidak
mengganggunya? Dia butuh istirahat!” Hyeon Hee mengernyitkan dahinya. Yejin
tidak memperdulikannya, ia terus berbisik hingga mata Donghae terbuka. Ia
mengerjap-ngerjapkan matanya.
“Yejinnie? Kapan kembali?”
Donghae sama sekali tidak menggubris Hyeon Hee.
“Baru saja, tapi kau malah
begini menyambutku!”
“Kau membawa teman? Siapa dia?”
Tanya Donghae masih dengan nada lemah. DEG! Hyeon Hee kaget, ia menutup
mulutnya, matanya mulai memerah.
“Kau tak mengenalnya? Dia
bilang, kau adalah kekasihnya.” Yejin memamerkan senyum kemenangannya.
“Kekasih? Aku tidak pernah
melihatnya sebelumnya.” Donghae mengernyitkan dahinya.
“Benarkah? Apakah mungkin ia
menipumu? Dia bahkan menangis.”
“Secepat ini?” suara Hyeon Hee
bergetar.
“Maaf, tapi aku rasa kau salah
orang.” Tambah Donghae masih dengan muka bingung.
Hyeon Hee
tak tahan lagi, ia keluar sambil menahan air matanya. Di luar, ia bertemu
dengan ibu Donghae yang bingung dengan membawa dua gelas kopi di tangannya.
Hyeon Hee bahkan tidak mengucapkan apa-apa, ia terus berlari keluar rumah
sakit, lalu duduk disalah satu kursi taman rumah sakit. Ternyata pertemuan yang
cepat memang akan berakhir dengan akhir yang cepat pula. Ada rasa menyesal,
menyesal mengapa pernah jatuh cinta dengan makhluk bumi. Memang benar mitos di
kerajaan langit, tidak baik mempunyai hubungan dengan makhluk bumi, mereka
hanya dapat membuat penderitaan.
***
Tik Tik,
dua titik air hujan mulai turun ke baju Hyeon Hee, bukan bajunya. Baju pemberian
Donghae. Ingin rasanya ia lepas baju itu dari tubuhnya. Hyeon Hee membiarkan
dirinya dibasahi air hujan disaat orang-orang sekitarnya memilih untuk mencari
tempat teduh. Air matanya terus mengalir dan ia juga terus mengusapnya.
“Nona, apa kau baik-baik saja?
Tidak berteduh?” seseorang memegang pundak Hyeon Hee.
“Tidak.” Hyeon Hee sama sekali
tidak menatap orang yang memanggilnya itu.
“Tapi kau akan sakit jika terus
basah kuyup begini.” Lanjutnya.
Hyeon Hee
diam, ini bukan saatnya untuk berargumen dengan orang itu. Ia hanya diam dan
melanjutkan tangisannya hingga akhirnya sebuah cahaya terang menyorotinya.
“Bagaimana, Lee Hyeon Hee?
Makhluk bumi baru kita. Apa yang sekarang kau rasakan?” sudah dapat diduga,
mereka adalah gerombolan utusan kepala peri.
“Apa mau kalian? Jadi, kalian
yang membuat Donghae begini? Sudah kuduga kelicikan kalian. Apa lagi yang
kalian harapkan dariku? Aku sudah cukup menderita dengan konsekuensi. Tidak ada
gunanya, pada akhirnya aku juga akan musnah. Tolonglah, berhenti menggangguku.”
“Kami kemari untuk memberimu
kabar baik, Lee Hyeon Hee. Kepala peri memutuskan untuk mengutusmu kembali
menjadi peri kerajaan langit. Kepala peri akan memberimu waktu untuk
memikirkannya. Ini adalah lonceng pemanggil, saat kau merasa cukup siap untuk
kembali, bunyikanlah sebanyak tiga kali maka kerajaan langit akan menerimamu.
Kutekankan sekali lagi, lelaki bumi itu tidak akan pernah mengingatmu lagi.
Rasanya percuma saja jika ingin bertahan.” Salah seorang diantara mereka
memberikan lonceng pada Hyeon Hee.
“Jangan
kira aku tidak mengetahui akal bulus kalian. Kalian kira dengan membuat Donghae
lupa tentang aku, maka aku akan menyerah? Jangan bermimpi” Hyeon Hee tidak
mengambil lonceng itu tetapi para gerombolan utusan peri.
“Biarkan
aku kembali.” Tegas Hyeon Hee.
“Hyeon Hee ssi?” suara lembut terdengar di telinga
Hyeon Hee. Ia membuka matanya, dilihatnya ibu Donghae tersenyum.
“Aku sudah tahu semuanya. Dia melupakanmu?” Hyeon Hee
mengangguk lemah. Ibu Donghae memeluk Hyeon Hee, air mata itu kembali mengalir.
“Aku takut dia melupakanku selamanya…” ucap Hyeonhee
serak dan mendekap wanita tua itu erat.
“Tidak akan, percayalah padaku. Anak bodoh itu akan
segera sembuh dan kembali seperti semula”
“Ahjumma, terima kasih,” Ibu Donghae mengusap air
mata Hyeon Hee dan tersenyum.
“O-ma! Gadis itu sudah sadar?” seorang lelaki masuk
dan sedikit kaget melihat Hyeon Hee sudah siuman.
“OH! Ibu mengenalnya?” Lelaki itu mendekat, mukanya
sangat mirip dengan Donghae.
“Anyeonghasseyo!” sapa Hyeon Hee tersenyum.
“Ne. Anyeonghasseyo~”
“Ini adalah Donghwa, kakak Donghae.”
“Eng? Aku tidak pernah dengar kalau Donghae punya
kakak.”
“Anak itu tidak pernah mengatakannya padamu? Mungkin
dia takut kau jatuh cinta pada Donghwa,” canda Ibu Donghae sambil memukul Hyeon
Hee kecil.
“Kau, kekasih Donghae? Whoaa bocah itu semakin hebat!
Oh ya, kenalkan aku Donghwa,” lelaki itu mengulurkan tangannya kea rah Hyeon
Hee.
“Aku Hyeon Hee, Lee Hyeon Hee,” sekejap, hati Hyeon Hee berdegup. Lelaki itu
sangat mirip dengan Donghae, terutama senyumnya.
“Kemarin kau bertengkar dengan adikku ya? Sampai menangis
di tengah hujan begitu,”
“Eh?” Hyeon Hee masih bingung apa yang dimaksud
Donghwa.
“Lupa? Kemarin, aku yang memanggilmu,” mendengar itu,
Hyeon Hee mengernyitkan dahi.
“Lupakanlah, tidak terlalu penting,” Donghwa
mengambil buah apel di meja Hyeon Hee lalu menggigitnya.
“Sudah lama berhubungan dengan si bodoh itu?” tanya
Donghwa duduk di sebelah tempat tidur Hyeon Hee.
“Ya! Untuk apa kau tau itu?” ibunya memukul kepala Donghwa.
“Hubungan kami baru berjalan beberapa hari…” jawab
Hyeon Hee tiba-tiba membuat ibu-anak itu kaget.
“APA? Whoaa daebak! Jadi kalian masih pasangan baru~”
Donghwa menggigit apelnya lagi.
“Ahjumma, boleh tidak aku melihat Donghae,” tanya
Hyeon Hee mengabaikan keterkejutan Donghwa.
“Hmm, kau yakin?”
“Ne. Gwaenchana. Aku bisa mengatur emosiku,”
Hyeon Hee tersenyum.
“Loh, memangnya kenapa sampai harus mengatur emosi?”
“Sudahlah, jangan terus bertanya. Cepat bantu aku
membawa Hyeon Hee”
Dengan dibantu Donghwa dan
ibunya, Hyeon Hee berjalan menuju kamar rawat Donghae.
“Hyung! Kapan kau datang?” Donghae tampak kaget
melihat kedatangan saudaranya itu.
“Ya! Aku datang karena kau, bodoh!”
“Ah, tidak mungkin. Eh, kau datang membawa
kekasihmu?” Donghae menunjuk Hyeon Hee. Hyeon Hee mencoba tenang, tidak
emosional seperti kemarin.
“Ya! Tidak usah berpura-pura, jelas-jelas dia
kekasihmu. Masih tidak mau mengaku!”
“Eh? Kekasih apanya? Aku bahkan tak mengenalnya.
Sudahlah hyung, jangan bercanda lagi. Akui saja. Lagipula cantik begitu kok.
Kasian dia, malah tidak kau akui,” tawa Donghae
“Lee Donghae, kau benar-benar tidak tahu siapa aku?”
tawa Donghae terhenti seketika, Hyeon Hee menatapnya tajam.
“Tidak,” jawab Donghae menghindari kontak mata dengan
Hyeon Hee.
“Baiklah, anggap saja lelaki ini sebagai kekasihku,”
Donghwa terbelalak.
“Hey, apakah kau sudah gila? Aku bahkan baru bertemu
denganmu kemarin!”
“Aku tidak mengerti apa yang sedang kalian bicarakan,
hyung sebenarnya siapa wanita ini?” Donghae tampak bingung dan tidak mengerti.
“Entahlah, tetapi satu-satunya orang yang mengenalnya
adalah O-ma. Dan aku mengenalnya sebagai kekasihmu tadi pagi, bodoh!”
“Apa yang sedang kau katakan, hyung! Aku bahkan baru
melihatnya beberapa hari ini, jangan membohongiku! Ini bukan April Mop kan?”
“Hae!” suara wanita terdengar seiring dengan derit
pintu kamar rawat.
“Yejinnie!!”
“Bagaimana keadaanmu? Aku membawakan beberapa
buah-buahan untukmu! Aku kupaskan ya!” Mereka berdua tampak begitu bahagia
hingga tidak memperdulikan Hyeon Hee dan yang lainnya.
Ibu Donghae merangkul Hyeon
Hee lalu mengajaknya keluar kamar itu. Mata Hyeon Hee sudah memerah, tetapi ia
masih mencoba menahannya.
“O-ma! Sebenarnya apa yang terjadi? Tolong ceritakan
padaku!” Donghwa tampak lelah dengan kerumitan masalah ini.
“Ahjumma, aku rasa sudah saatnya
aku menceritakan semuanya kepada kalian….”
***
“APA?? HAHAHAHAHAHAHAAHA” Donghwa tertawa
terbahak-bahak sambil memukul-mukul meja kafetaria.
“Terserah mau percaya atau tidak. Hal ini hanya
diketahui oleh aku dan Donghae. Semua cerita yang tadi kusampaikan adalah
benar. Aku tidak membual atau apalah…”
“Hyeon Hee-ah… ahjumma rasa kau butuh istirahat untuk
menenangkan batinmu,” ibu Donghae mengusap rambut Hyeon Hee lembut.
“Ahjumma…..ahjumma tidak percaya padaku?”
“Entahlah, aku bingung.”
“Ya, Lee Hyeon Hee. Kalau mau mengarang cerita, ada
baiknya sedikit masuk akal,” Donghwa masih tersenyum lucu.
“Terserah,” Hyeon Hee
meninggalkan meja kafetaria itu, dia berlari keluar dan memanggil taksi. Ia melihat
lonceng pemanggil yang tersangkut di bajunya. Haruskah dia kembali ke khayangan
dan melupakan segalanya?
To Be Continued
Thanks for reading!
To Be Continued
Thanks for reading!